Senin, 26 April 2010

Membantu Anak dan Keluarga yang Berkebutuhan Khusus: Sebuah Pendekatan Berorientasi Sumber

Henning Rye



Bentuk “Pergeseran Paradigma”
Pemikiran-pemikiran sekarang ini mengenai bagaimana cara yang terbaik untuk membantu anak dan remaja beserta keluarganya telah mengalami perubahan yang signifikan, khususnya jika dibandingkan dengan pemikiran dan asumsi yang telah diterima sebelumnya.

Perubahan ini disebut sebagai sebuah “pergeseran paradigma”, walau apakah kita dapat mendeskripsikan seperti itu mungkin masih merupakan perdebatan. Namun demikian kita memang sedang mengalami sebuah perubahan dalam asumsi kita mengenai bagaimana cara terbaik untuk meningkatkan perkembangan anak dalam hal kesadaran diri dan kemampuannya, sebuah perubahan yang melibatkan perubahan radikal dalam cara pandang dan menghasilkan perubahan cara berpikir dan bertindak. Namun perubahan seperti ini perlu waktu. Ini merupakan proses revolusi ke arah cara berpikir baru yang radikal mengenai bagaimana kita dapat meningkatkan penghargaan diri pada orang tua dan anak, dan penemuan sumber kekuatan dan kesempatan yang mereka miliki untuk berkembang. Keyakinan tradisional dan praktek professional ditantang di sini. Karena perubahan ini menyentuh inti pemahaman kita secara mendalam mengenai bagaimana kita dapat membantu anak dan orang tua, keyakinan tradisional dan praktek para profesional ditantang di sini.

Kita dapat melihat proses evolusioner ini melalui tiga perspektif tentang layanan bagi anak dan keluarga yang berkebutuhan khusus. Pertama, dengan mempertimbangkan perubahan dalam filosofi, sikap dan praktek profesional. Kedua, dengan mempertimbangkan perkembangan filosofis dan konseptual yang tercermin dalam literatur akademik. Dan ketiga, dengan mempertimbangkan dampak dari pengakuan atas kebutuhan psiko-sosial anak serta peran orang tua dan guru dalam perkembangan dan pembelajaran anak.

Filosofi, Sikap dan Praktek Profesional
Pertama-tama mari kita lihat perubahan dalam filosofi, sikap dan praktek profesional yang terkait dengan bantuan bagi anak yang berkebutuhan khusus. Baik tindakan intervensi spesifik maupun filosofi yang mendasarinya telah berubah secara signifikan selama kurun waktu 30 tahun silam.

Dari Perang Dunia Kedua sampai akhir tahun 1970-an, intervensi didominasi oleh apa yang dapat kita sebut sebagai “pendekatan yang berpusat pada para profesional”. Orientasi ini berimplikasi bahwa para profesional membuat diagnosis, memberi resep untuk perlakuan, dan bertanggung jawab atas pelaksanaannya. Proses perlakuan tersebut hanya menyisakan sedikit ruang untuk partisipasi para orang tua atau profesional pemberi layanan lainnya kecuali pemberian saran atau rekomendasi yang berhubungan dengan perlakuan sehari-hari. Sering kali saran dan bimbingan tersebut sangat umum atau abstrak sehingga sulit untuk diterapkan pada situasi yang nyata sehari-hari.

Pada tahun 1980-an, praktek profesional seperti ini berubah di banyak bidang menjadi apa yang dapat disebut sebagai pendekatan yang lebih “berorientasi keluarga”. Meskipun dengan pendekatan ini diagnosis masih dilakukan oleh seorang profesional yang juga memberikan resep untuk perlakuan, tetapi orang tua, guru dan profesional lain dalam bidang pemberian layanan dilibatkan dalam tingkatan yang lebih besar dan dengan metode yang lebih sistematis dalam pelaksanaan perubahan aktivitas dan rutinitas di lingkungan rumah. Ini merupakan sebuah pengakuan bahwa perlakuan dapat berdampak lebih besar terhadap perkembangan dan kompetensi anak jika pengasuh dan pihak-pihak lainnya di dalam lingkungan sehari-hari anak secara aktif berpartisipasi dalam upaya memanfaatkan dan mengembangkan keterampilan anak melalui aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keterampilan tersebut.

Menjelang akhir tahun 1980-an tapi umumnya pada tahun 1990-an, terdapat perubahan lebih lanjut menuju pendekatan “berpusat pada keluarga” dalam melakukan intervensi. Pendekatan ini lebih banyak melibatkan anggota keluarga dalam mendeskripsikan dan menentukan hakikat dan cakupan masalah serta mengevaluasi pelaksanaan perlakuan dalam hal kecukupannya dan efektivitasnya. Ini juga berarti bahwa keluarga, pada tingkat yang lebih besar, bertanggung jawab untuk pelaksanaannya, dan memandang keluarga sebagai pelaksana penting dalam upaya membantu anak.
Menarik untuk dikemukakan bahwa perubahan dalam praktek profesional ini berlangsung sejalan dengan perkembangan konsep baru yang merefleksikan sebuah perubahan mengenai bagaimana para profesional harus bekerja dengan keluarga serta munculnya konsep tersebut dalam literatur akademik. Dalam konteks ini, mari kita tinjau secara singkat contoh-contoh dari beberapa konsep ini:

Pemberdayaan (empowering): ini adalah sebuah istilah yang diperkenalkan dalam filosofi pembebasan dari Freire, dan dalam konteks ini mengacu pada bantuan yang diberikan kepada keluarga dengan tetap memelihara dan mengembangkan rasa menentukan sendiri, rasa percaya diri, dan kemampuan untuk bertindak di dalam kehidupannya sehari-hari (Dunst, Trivette, Deal 1988; Freire 1973.)

Pemupukan kemampuan (enabling): Istilah ini mengacu pada penetapan kerangka dasar kerja dan penciptaan kesempatan bagi keluarga untuk mendapatkan sumber-sumber kekuatannya sendiri dan membangun atas dasar sumber-sumber tersebut dan dengan kemampuannya sendiri sehingga mereka lebih dapat memenuhi kebutuhan anak-anaknya (Dunst &Trivette 1987; Shelton, Jeppson & Johnson 1987.)

Kemitraan atau partisipasi orang tua: istilah ini mencerminkan sebuah sikap positif terhadap bekerja secara aktif dengan orang tua dan pengasuh lainnya, yang berarti adanya pengakuan bahwa kerjasama tersebut meningkatkan hasil bagi anak maupun keluarganya, melebihi apa yang dapat dicapai dengan bentuk perlakuan yang berpusat pada profesional. Ini berimplikasi, antara lain, bahwa profesional harus bersedia bekerjasama dengan orang tua untuk mencari solusi terbaik (Kramer, McGonigel, Kaufmann 1991).

Bagi banyak pihak, konsep ini merepresentasikan sikap dan bentuk kerjasama yang baru di mana karakteristik berikut ini menjadi penting:

* Saling menghargai
* Keterbukaan satu sama lain, termasuk dalam perasaan dan sikap
* Pertukaran pengalaman dan pengetahuan
* “Negosiasi” untuk menemukan solusi yang disetujui semua pihak.

Bantuan berpusat pada klien: Konsep ini berarti bahwa titik awal untuk perlakuan adalah kebutuhan klien, bukan model profesional atau teori. Ini merupakan pendekatan di mana kliennya dimotivasi untuk secara aktif mengidentifikasi masalah, kebutuhan dan peluangnya sendiri, merancang rencana untuk perlakuan, dan secara sadar berupaya untuk mengimplementasikannya. Ide-ide ini mengikuti terapi berfokus klien oleh Carl Roger (1951), yang membuat sebuah kontribusi signifikan menuju pendekatan baru dalam pendidikan dan psiko-terapi (Rogers 1983).

Implementasi Praktis
Terdapat sedikit keraguan bahwa perubahan yang dinyatakan di dalam literatur akademik dalam bidang ini kini secara prinsipnya berada dalam prosesnya untuk diterima. Namun dalam hal implementasi praktis jalan yang ditempuh masih jauh. Mungkin Amerika Serikat telah lebih maju daripada Eropa; sikap ini tercermin, misalnya, dalam program “Rencana Layanan Keluarga yang Diindividualisasikan” (Mc Gonigel, Kaufmann, Johnson 1991)

Teori pendidikan Paulo Freire (“pedagogy of the oppressed”) populer di tahun tujuh puluhan, pada waktu pergerakan sosial untuk kebebasan dari nilai-nilai dan tradisional lama merupakan elemen kunci perdebatan sosial dunia barat. Jelas bahwa ide Freire tentang pendidikan – yang dijelaskan dalam istilah-istilah seperti: “demokratisasi,” “peningkatan kesadaran,” “pengaruh,” dan “dialog,” (Faureholm 1997) – telah memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap sikap dan cara baru untuk bekerja dengan klien. Pemikiran ini dimanifestasikan dalam cara pemberian bantuan kepada anak dan keluarga sebagaimana disebutkan di atas. Penolakan Freire terhadap pandangan mereka yang melindungi ataupun menindas, dan dorongannya terhadap kualitas kerjasama yang berorientasi sumber tingkat tinggi yang berkaitan dengan orang yang memerlukan dukungan dan bantuan, tercermin dalam istilah “pemberdayaan” dan “memupuk kemampuan” dalam hubungan antara para profesional dan klien.

Filosofi dan sikap inilah yang juga tercermin dalam bentuk kerjasama modern yang menandai “generasi kedua” dari program intervensi untuk anak dan keluarga yang berkebutuhan khusus, yang akan dibahas lebih lanjut pada bab ini.

Di Eropa tampak terdapat keragaman dalam sikap dan prakteknya. Pada prinsipnya di negara-negara Skandinavia terdapat kesepakatan yang meluas bahwa fokusnya harus pada kebutuhan klien dan bahwa penting untuk mempunyai sikap terhadap intervensi yang lebih dioreintasikan pada sumber. Namun, ada sejumlah pekerjaan yang sangat besar yang harus dilakukan dalam bidang ini untuk menerapkan hal tersebut.

Kini terdapat pengakuan bahwa ada batasan tentang sejauh mana yang dapat kita capai jika memfokuskan pada keterbatasan sumber dan menggunakan bentuk perlakuan tradisional. Sebuah pendekatan yang lebih kuat adalah untuk memfokuskan pada pengembangan sumber-sumber yang ada pada diri anak dan keluarganya sebagai titik awal, di mana penekanannya pada peningkatan kesadaran dan mobilisasi kemampuan keluarga itu sendiri dan kesempatan untuk membangun kompetensinya. Pendekatan ini sekarang lebih diterima. Dalam teori telah diketahui bahwa agar anak dapat belajar dan berkembang, diperlukan kesadaran diri, dan motivasinya harus datang dari dalam diri mereka sendiri. Masalahnya selama ini adalah bagaimana menemukan cara yang efektif untuk mengimplementasikan pandangan ini ke dalam praktek.


sumber :http://www.idp-europe.org/indonesia/buku-inklusi/Membantu_Anak_dan_Keluarga_yang_Berkebutuhan_Khusus.php

Tidak ada komentar:

Posting Komentar