Senin, 26 April 2010

Ramadhan untuk Anak Spesial

Posted by anakspesial, Published on 02 Agustus 2009

ramadhan-edisi-13Bagi orangtua yang memiliki anak spesial, khususnya yang beragama Islam, bulan Ramadhan menjadi moment penting sebagai ajang terapi holistik. Dimana di bulan Puasa ini, kita dapat mengajarkan anak-anak untuk berdisiplin, bersabar, menjadi makhluk sosial yang peduli terhadap sesama, dan tentunya ruang yang tepat untuk meningkatkan spritualitas anak-anak dalam mengenal dan menghayati Ke Maha Kasih dan Penyayang-Nya Tuhan Semesta Alam.

Tidak banyak literatur yang membahas hubungan prilaku anak-anak spesial dengan agama. Namun dari pengalaman individu orangtua yang memiliki anak spesial, kita bisa mendapatkan relasi nyata, betapa kekuatan spiritualitas agama dapat menjadi sebuah terapi holistik. Berangkat dari keyakinan setiap umat beragama, bahwa Tuhan itu Maha Adil, Maha Welas Asih, apapun yang ada di alam semesta ini, merupakan ciptaanNya dengan peran fungsi masing-masing. Ditemukannya sebuah penyakit, pasti akan ditemukannya obat penangkalnya, begitulah Tuhan menciptakan keseimbangan, seperti ada siang dan malam, ada suka ada duka.

Bagi kalangan yang menganggap spiritualitas agama hanyalah sebuah candu, mengabaikan peran spiritualitas agama sebagai sebuah terapi holistik dalam melakukan ikhtiar perbaikan kehidupan. Kecendrungan baru yang muncul di dunia saat ini, justru memperkuat peran dan posisi spiritualitas agama dalam proses kehidupan umat manusia. Steven Covey, dalam buku barunya eight habit, menambahkan peran spiritualitas sebagai kekuatan penting dalam meraih kesuksesan hidup. Begitu juga dengan Dana Zohra yang bersama Ary Ginanjar mengembangkan (ESQ) Emotional Spiritual Quatien.

Yang menarik adalah pendapat Dr. Jesse Monintja, pakar Brain Ware Management, mengatakan bahwa bagi umat beragama, kekuatan spiritualitasnya terletak pada ajaran agamanya, tidak perlu lagi mencari pegangan spiritualitas yang datang dari kalangan yang masih mencari roh spiritualitas yang seperti apa yang dapat memenuhi kebutuhan dirinya. Dalam ajaran agama, dijelaskan langkah-langkah yang perlu diambil beserta contoh yang telah dilakukan oleh Nabi, Rasul, para sahabatnya dan suatu kaum. Dan ini semua sudah teruji hingga akhir zaman.

Namun, kenyataan saat ini sungguh paradox, justru banyak umat beragama dan pemimpin agama yang kehilangan arah dalam mencari problem solving dari berbagai masalah kehidupan. Menurut Pak Jesse, yang salah bukan ajaran agamanya, tapi tabiat manusia, yang penuh dengan keluh kesah, panik, dan putus asa, selalu menginginkan jalan yang instan, cepat keluar dari masalah kehidupan. Kita perlu memperkuat keimanan, dengan belajar dan menggali ajaran agama kita masing-masing dengan menetapkan maind set bahwa tidak ada cara yang instan/jalan pintas untuk keluar dari berbagai masalah kehidupan. Tuhan membuat ukuran tertentu bagi segala sesuatu. Masing-masing tidak bisa dilampaui, dan waktu yang tidak bisa diperpanjang. Jika datang waktu yang telah ditentukan bagi sesuatu yang sudah ditakdirkan, maka waktu itu tidak bisa ditunda dari waktu yang seharusnya meskipun sesaat, dan tidak bisa juga dimajukan.

Sesungguhnya ini semua terkait dengan keimanan, sejauh mana kita mengimani kekuasaan Tuhan, kuasa Tuhan dalam memberikan duka, kuasa Tuhan dalam memberikan kebahagiaan, dan kuasa Tuhan dalam penyembuhan. Dalam surat Ath Thalaq ayat 3, Tuhan berfirman :“Sungguh Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu”. Dalam dunia pengobatan, secanggih apapun alat kedokteran, upaya dokter merupakan bagian dari ikhtiar manusia untuk berobat, kesembuhan datangnya dari ketetapan Tuhan.

Menurut temuan Dr.Adriana S Ginanjar, psikolog dari universitas Indonesia, para individu autis di Indonesia dapat menghafal ajaran-ajaran agama, doa-doa, dan melaksanakan ritual agama dengan baik, berkat peran besar orang tua dan sekolah “kalau orang tuanya rajin melaksanakan ibadah, maka mereka juga akan melakukan hal yang sama, “ imbuhnya. Saran Dr. Adriana, dalam mengajarkan agama, dimulai dari rutinitas. Untuk tingkat kognitif yang lebih tinggi bisa dijelaskan belakangan, saat anak banyak mengajukan pertanyaan, selanjutnya bisa mengajarkan prilaku yang baik dan buruk sesuai agama, mengajak anak diskusi secara konkret, seperti “Jika kamu berbuat baik, suka menolong, akan disayang Allah”. Yang perlu orang tua sadari, dalammengajarkan agama, agar para orangtua berpikir sederhana, tidak menuntut anak memahami agama terlalu tinggi. Yang terpenting anak bisa menerapkan agama dalam kehidupan sehari-harinya (republika, 23/10/2007).

Dari pengalaman Bu Nurchida, guru agama di SD Pantara, menyatakan bahwa anak-anak spesial yang bersekolah di Pantara, memiliki nilai religi yang tinggi. Ibu Uchida, demikian panggilan anak-anak Pantara kepada gurunya, setuju bahwa spiritualitas agama merupakan terapi holistik yang ampuh untuk mengajarkan anak-anak spesial menjadi tertib, disiplin, hormat terhadap orangtua, menghargai ciptaan Tuhan, dan sayang terhadap sesama. Bu Uchida, mencontohkan bagaimana anak Austis, ADHD, asperger, melakukan sholat, mereka mampu berkosentrasi dan tertib melaksanakn sholat. Pendekatan BU Uchida, dengan mengajarkan bahwa Allah Maha Kasih dan Maha Sayang terhadap umatnya, kalau mau di sayang Allah, kita harus bisa konsentrasi, tertib, sayang terhadap sesama di dalam kehidupan ini, khususnya dalam menjalankan ibadah sholat. Memang mengajarkan anak-anak perlu proses, anak-anak memerlukan contoh suri teladan dari orang tua dan lingkungan. Bu Uchida mengakui, anak spesial ini sangat kritis, misalnya menanyakan Tuhan itu ada dimana, seperti apa. Dalam memperkenalkan Tuhan kepada murid-muridnya, bu Uchida mengajak anak menggambarkan ciptaan Allah, seperti matahari, bulan, bintang, hewan, dan manusia. Dari hasil gambar tersebut, misalkan gambar matahari, bu Uchida menunjukkan bedanya gambar matahari ciptaan kita dan matahari ciptaan Tuhan, yang memiliki cahaya dan panas. Kemudian menceritakan manfaat matahari ciptaan Tuhan yang berguna bagi kehidupan di alam semesta ini. Dari penjelasan seperti itu, anak-anak memahami Tuhan itu ada dan Maha Kasih dan Maha Penyayang.

Para orangtua merasakan manfaat spiritulitas agama dalam tumbuh kembang anak menjadi dewasa, seperti pengalaman Bapak Nashir Budiman, Bapak Taufik, Ibu Susan, dan Ibu Henny dengan model pendekatan masing-masing, sesuai dengan karakter dan lingkungan anak. Benang merah dari pengalaman orang tua ini adalah keyakinan yang dilandasi keimanan bahwa Tuhan menciptakan anak autis, ADHD, Asperger, ADD, Cerebal Plasy, dll sebagai sebuah karunia yang patut disyukuri, Tuhan telah menyiapkan masa depan anak spesial tanpa kita ketahui bentuknya. Tuhan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dari anak spesial ini seringkali kita mendapatkan pencerahan dan kekuatan, kejutan-kejutan kecil maupun besar seringkali kita dapatkan, hidup kita lebih bergairah, penuh warna. Kita, dituntut untuk belajar, baca banyak literatur, mengikuti organisasi/komunitas, banyak bergaul dan silahtuhrahmi dengan teman-teman pemilik anak spesial di dalam maupun diluar negeri. Apakah kita tidak merasakan semuanya ini, cobalah ambil waktu untuk merenungkan keberadaan anak spesial kita, pasti kita akan malu sendiri, betapa kita selama ini sudah salah paham kepada Tuhan Sang Maha Pencipta.


sumber : http://anakspesial.blogdetik.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar