Jumat, 28 Mei 2010

tips sederhana yang dapat dilakukan oleh orangtua agar anaknya senang belajar.

1.
Sebagai orangtua, jadilah model atau tokoh panutan terhadap standar perilaku yang diharapkan.
Dari anak kita mulai berbicara, ajak mereka untuk melihat apa yang menjadi dasar berpikirnya. Misalnya, ”Kamu suka mobil ya, bagian mana atau apanya yang kamu suka?” Mengajukan pertanyaan yang sifatnya terbuka melatih anak untuk menyadari pikiran dan tindakannya.
Ketika anak duduk di SD, mereka membutuhkan model dari orangtua dalam belajar. Pada tahap persiapan, dorong dan pujilah usaha anak untuk mencari buku, melihat kelengkapan alat tulis, dan materi yang terkait. Peran reinforcement (penguat) akan membantu pembentukan perilaku tersebut. Contoh penguat yang cukup manjur adalah pujian seperti ”Kakak hebat ya sudah bisa mengambil sendiri buku yang akan dipelajari sesuai dengan jadual hari ini”. Pemberian checklist akan membantu anak melihat proses tersebut sudah dilalui dengan tepat.
Dalam proses belajar, kita perlu ada di dekat anak pada waktu awal-awal sekolah. Kita mau membentuk perilaku anak, jadi kita pun perlu hadir mendampingi. Dalam membaca materi bacaan, dukung anak untuk membaca dengan tempo yang lambat sesuai dengan tanda baca. Jelaskan kepada anak pentingnya memahami pokok dari cerita dari setiap paragraf. Lalu berikan anak kesempatan untuk mencari kata kunci.
Perhatikan channel belajar anak. Anak yang visual akan sangat senang membuat ringkasan yang bisa nyaman dilihat secara visual, misalnya dengan mindmapping atau membuat flowchart. Sementara itu, anak yang auditory akan terbantu belajarnya dengan cara mencoba menceritakan ulang apa yang ia pelajari. Anak yang kinestetik lebih mudah memahami dengan memperagakan. Apapun channel belajar anak, semakin banyak kita memanfaatkan media belajarnya maka anak semakin paham.
Pada saat anak tidak mengerti, maka kita tidak perlu segera memberitahu jawabannya. Pancing dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka tanpa memberikan penilaian. Lalu ketika selesai belajar, minta anak mengecek pemahamannya dengan menceritakan ringkasan materi yang kemudian dilanjutkan dengan menjawab pertanyaan secara mandiri.
Alangkah baiknya jika langkah-langkah belajar juga dibuat checklist sehingga akan membantu anak mengecek proses yang telah dilaluinya.

2.
Bukalah akses informasi anak kepada referensi. Sediakan buku yang memadai, ataupun referensi seperti kamus atau ensiklopedia, termasuk pula internet.

3.
Perbanyak berdiskusi dengan anak selama belajar. Proses diskusi akan melatih anak mengasah dasar berpikir dan sistematika berpikir. Suasana diskusi harus dibuat demokratis sehingga anak tidak takut opininya akan disalahkan.

4.
Berikan kesempatan kepada anak untuk menjadi mandiri dalam penyelesaian tugas-tugas sekolah baik tugas individual maupun kelompok. Ketika anak ditugaskan untuk mencari informasi tentang tugas seorang dokter maka berikan kesempatan bagi anak untuk mewawancarai salah seorang dokter lalu menuliskan resume dari wawancara. Kemudian barulah anak diminta mengaitkan tinjauan buku teks dengan hasil wawancaranya.

5.
Belajar bisa dimana saja. Artinya rasa ingin tahu anak tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Pada saat anak tertarik dengan informasi tertentu, itulah saat yang tepat untuk membangun rasa ingin tahu dengan mencari pengetahuan yang lebih dalam dan mendiskusikannya dengan orangtua. Misalnya ketika kita sedang ke mall lalu anak tertarik dengan tempat parkir yang melingkar maka setiba di rumah topik tersebut dapat dijadikan bahan diskusi yang disertai dengan mencari informasi tentang konstruksi bangunan.

Dengan belajar model ’self-regulated’ maka kegiatan belajar yang serba rapi teratur dalam arti harus duduk manis dan diam mengerjakan soal menjadi bergeser. Dalam proses belajar yang interaktif antara anak dengan materi pelajarannya maka suasananya lebih fun. Kakak dan adik dapat dilibatkan juga dalam diskusi sehingga proses diskusi menjadi lebih kaya. Hasilnya, pengetahuan anak jadi lebih mendalam dan anak akan senang belajar. Yang penting, proses tersebut sudah dibiasakan sejak kecil dengan waktu belajar yang sedikit demi sedikit bertambah. Hitung-hitung sekalian menerapkan ”diet TV”. Daripada anak menonton acara TV yang tidak mendidik, atau menjadi pembelajar pasif dari program-program edukasi anak yang pun jumlahnya masih sangat minim, mengapa tidak kita buat suasana belajar yang menjadikan anak sebagai pemeran utama dalam proses belajarnya sendiri?

Self-regulated learning juga membuat anak senang belajar tanpa harus diimingi-imingi hadiah seperti ”Kalau bisa menghafal kali-kalian sampai sepuluh, nanti diberi coklat”. Self-regulated learning tidak mengenal reward semacam itu. Mengapa tidak ada reward? Ya karena reward-nya didapat dari kepuasan diri sendiri. Ketika anak sudah memahami suatu materi dapat kita rayakan dengan toss bersama dan ekspresi kegembiraan ”Kita berhasil!!”. Akhirnya, pemahaman materi menjadi reward bagi proses belajar itu sendiri. Bukankah memang begitu semestinya yang namanya belajar?

sumber : http://blog.caturstudio.com/2009/01/arti-belajar-penting-ditanamkan-pada-anak-usia-sekolah/

Kiat Mengatasi Anak Dengan Dyscalculia

Seperti halnya problem kesulitan menulis dan membaca, ada dua pendekatan yang mungkin : kita dapat menawarkan beberapa bentuk penganganan matematika yang intensif, atau dengan mengambil jalan pintas.
Pendekatan yang pertama, yaitu penanganan matematika yang intensif, dapat kita lakukan dengan teknik “individualisasi yang dibantu tim”. Pendekatan ini menggunakan pengajaran secara privat dengan teman sebaya (peer tutoring). Pendekatan ini mendasari tekniknya pada pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak berbeda-beda, sehingga ada anak yang cepat menangkap, dan ada juga yang lama. Teknik ini mendorong anak yang cepat menangkap materi pelajaran agar mengajarkannya pada temannya yang lain yang mengalami problem dyscalculia tersebut.

Pendekatan yang kedua, yaitu jalan pintas, sebagaimana Jessica diberikan kalkulator untuk menghitung, maka anak dengan problem dyscalculia ini juga dapat diberikan calculator untuk menghitung. Hal ini sederhana karena anak dengan problem dyscalculia tidka memiliki masalah dengan kaitan antara angka, akan tetapi lebih kepada menghitung angka-angka tersebut.

sumber : http://www.iapw.info/home/index.php?option=com_content&view=article&id=141:mengatasi-kesulitan-belajar-pada-anak&catid=32:ragam&Itemid=45

Problem Kesulitan Menghitung (Dyscalculia)

Berhitung merupakan kemampuan yang digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari, baik ketika membeli sesuatu, membayar rekening listrik, dan lain sebagainya. Tidak diragukan lagi bahwa berhitung merupakan pekerjaan yang kompleks yang di dalamnya melibatkan :

membaca, menulis, dan keterampilan bahasa lainnya.


kemampuan untuk membedakan ukuran-ukuran dan kuantitas relatif dan obyektif.


kemampuan untuk mengenali urutan, pola, dan kelompok.


ingatan jangka pendek untuk meningat elemen-elemen dari sebuah soal matematika saat mengerjakan persamaan.


kemampuan membedakan ide-ide abstrak, seperti angka-angka negatif, atau system angka yang tidk menggunkan basis sepuluh.
Meskipun banyak masalah yang mungkin turut mempengaruhi kemampuan untuk memahami, dan mencapai keberhaislan dalam pelajaran matematika. Istilah ‘dyscalculia’, biasanya mengacu pada pada suatu problem khusus dalam menghitung, atau melakukan operasi aritmatika, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.

Anak yang mengalami problem dyscalculia merupakan anak yang memiliki masalah pada kemampuan menghitung. Anak tersebut tentunya belum tentu anak yang bodoh dalam hal yang lain, hanya saja ia mengalami masalah dengan kemampuan menghitungnya. Untuk lebih jelas mengenai gambaran anak yang mengalami problem dyscalculia, perhatikanlah contoh kasus berikut.

Seorang anak bersama Jesica (sepuluh tahun, duduk di kelas V) didapati mengalami masalah dengan mata pelajaran matematika. Nilai matematika yang Jessica dapat selalu rendah, walaupun pada mata pelajaran lain, nilainya baik. Lalu seorang guru memanggilnya, dan memberinya lembar kertas dan pensil dan memintanya menyelesaikan soal berikut :Jones seorang petani memiliki 25 pohon apel dan tiap pohon menghasilkan 50 kilogram apel pertahun, berapa kilogram apel yang dihaislkan Jones tiap tahun?. Ia berusaha keras menemukan jawabannya tetapi tetap tidak bisa. Ketika guru bertanya bagaimana cara menyelesaikan, ia menjawab, ia harus mengalikan 25 dengan 50, akan tetapi ia tidak dapat menghitungnya. Kemudian guru memberinya kalkulator, dan kemudian ia dapat menghitungnya. Inilah gambaran seorang anak yang mengalami problem “dyscalculia”.

sumber : http://www.iapw.info/home/index.php?option=com_content&view=article&id=141:mengatasi-kesulitan-belajar-pada-anak&catid=32:ragam&Itemid=45

Kiat Mengatasi Problem Dysgrapia

Untuk mengatasi problem dysgraphia ini, sangatlah baik apabila kita belajar dari sebuah kasus anak yang mengalami dysgraphia. Problem dysgraphia muncul pada Stephen saat sekolah dasar, ia memiliki nilai yang bagus pada masa-masa awal, akan tetapi kemudian nilainya jatuh dan akhirnya guru Stephen di kelas V memanggilnya, dan juga memanggil orang tuanya. Guru tersebut meminta orang tua Stephen untuk mengajari Stephen mengetik pada mesin ketik yang dapat dibawa kemana-mana (portable). Hasilnya nilai dan prestasi Stephen meningkat secara tajam.

Sebagian ahli merasa bahwa pendekatan yang terbai untuk dysgraphia adalah dengan jalan mengambil jalan pintas atas problem tersebut, yaitu dengan menggunakan teknologi untuk memberikan kesmepatan pada anak mengerjakan pekerjaan sekolah tanpa harus bersusah payah menulis dengan tangannya.

Ada dua bagian dalam pendekatan ini. Anak-anak menulis karena dua alasan : pertama untuk menangkap informasi yang mereka butuhkan untuk belajar (dengan menulis catatan) dan kedua untuk menunjukkan pengetahuan mereka tentang suatu mata pelajaran (tes-tes menulis).

Sebagai ganti menulis dengan tangan, anak-anak dapat:

Meminta fotokopi dari catatan-catatan guru atau meminta ijin untuk mengkopi catatn anak lain yang memiliki tulisan tangan yang bagus ; mereka dapat mengandalkan teman tersebut danmengandalkan buku teks untuk belajar.
Belajar cara mengetik dan menggunakan laptop / note book untuk membuat catatan di rumah dan menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
Menggunakan alat perekam untuk menangkap informasi saat pelajaran
Sebagai ganti menulis jawaban tes dengan tangan, mereka dapat :

Melakukan tes secara lisan
Mengerjakan tes dengan pilihan ganda.
Mengerjakan tes-tes yang dibawa pulang (take – home test) atau tes dalam kelas dengan cara menegtik.
Bila strategi-strategi di atas tidak mungkin dilakukan Karena beberapa alasan, maka anak-anak penderita dysgraphia harus diijinkan untuk mendapatkan waktu tambahan untuk tes-tes dan ujian tertulis.
Keuntungan dari pendekatan ini adalah bahwa pendekatan ini memberikan perbedaan yang segera tampak pada anak. Dari pada mereka harus bersusah payah mengusaia suatu keterampilan yang sangat sulit bagi mereka, dan nantinya mungkin akan jarang butuhkan ketika beranjak dewasa, mereka dapat berkonsentrasi untuk mempelajari keterampilan lain, dan dapat menunjukkan apa yang mereka ketahui. Hal ini membuat mereka merasa lebih baik berkenaan dengan sekolah dan diri mereka sendiri. tidka ada alasan untuk menyangkal kesempatan bagi seorang anak yang cerdas untuk meraih kesuksesan di sekolah. selain itu, karena pendidikan sangatlah penting bagi masa depan anak, maka tidak sepadan resiko membiarkan anak menjadi semakin lama semakin frustasi dan menjadi putus asa karena pekerjaan sekolah.

sumber : http://www.iapw.info/home/index.php?option=com_content&view=article&id=141:mengatasi-kesulitan-belajar-pada-anak&catid=32:ragam&Itemid=45

Problem Kesulitan Menulis (Dysgraphia)

Dalam sebuah pelatihan menjadi ahli ilmu kesehatan anak, terdapat seorang ahli ilmu kesehatan yang bernama Stephen yang tidka pernah menulis apapun di atas kertas. Ia menggunakan mesin ketik yang dapat dibawa kemana-mana (portable) untuk segala sesuatu laporan pasien, catatan singkat. Kemudian diketahui bahwa Stephen memang tidak dapat menulis secara jelas. seberapapun ia mencoba dengan keras ia tidak dapat menulis apapun dengan jelas, sehingga dia dan orang lain tidak dapat membaca tulisan tangannya.

Apa yang dialami Stephen merupakan problem kesulitan menukis (disgraphya). Tentunya disgraphya ini berbeda dengan tulisan tangan yang jelek. Tulisan tangan yang jelek biasanya tetap dapat terbaca oleh penulisnya, dan juga dilakukan dalam waktu yang relatif sama dengan yang menulis dengan bagus. Akan tetapi untuk dysgraphia, anak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menulis.

Dalam menulis sesuatu kita membutuhkan penglihatan yang cukup jelas, keterampilan motorik halus, pengetahuan tentang bahasa dan ejaan, dan otak untuk mengkoordinasikan ide dengan mata dan tangan untuk menghasilkan tulisan. Jika salah satu elemen tersebut mengalami masalah maka menulis akan menjadi suatu pekerjaan yang sulit atau tidak mungkin dilakukan.

sumber :http://www.iapw.info/home/index.php?option=com_content&view=article&id=141:mengatasi-kesulitan-belajar-pada-anak&catid=32:ragam&Itemid=45

Kiat Mengatasi Problem Dysleksia

Cara yang paling sederhana, paling efektif untuk membantu anak-anak penderita dysleksia belajar membaca dengan mengajar mereka membaca dengan metode phonic. Idealnya anak-anak akan mempelajari phonic di sekolah bersama guru, dan juga meluangkan waktu untuk berlatih phonic di rumah bersama orang tua mereka.

Metode phonic ini telah terbukti berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan anak dalam membaca (Gittelment & Feingold, 1983). Metode phonic ini merupakan metode yang digunakan untuk mengajarkan anak yang mengalami problem dysleksia agar dapat membaca melalui bunyi yang dihasilkan oleh mulut. Metode ini dapat ssudah dikemas dalam bentuk yang beraneka ragam, baik buku, maupun software.

Bagi anda orang tua, berikut ini merupakan ide-ide yang dapat membantu anak anda dengan phonic dan membaca:

Cobalah untuk menyisihkan waktu setiap hari untuk membaca.


Tundalah sesi jika anak terlalu lelah, lapar, atau mudah marah hingga dapat memusatkan perhatian.

Jangan melakukan sesuatu yang berlebih-lebihan pada saat pertama;mulailah dengan sepuluh atau lima belas menit sehari.


Tentukan tujuan yang dapat dicapai : satu hari sebanyak satu halaman dari buku phonics atau buku bacaan mungkin cukup pada saat pertama.


Bersikaplah positif dan pujilah anak anda ketika dia membaca dengan benar. Ketika dia membuat kesalahan, bersabarlah dan bantu untuk membenarkan kesalahan. Jika dia ragu-ragu, berikan waktu sebelum anda terburu-buru memberi bantuan.


Ketika anda membaca cerita bersama-sama, pastikan bahwa anak tidak hanya melafalkan kata-kata, tetapi merasakannya juga. Tanyakan pendapatnya tentang cerita atau karakter-karakter dalam cerita tersebut.


Mulailah dengan membaca beberapa halaman pertama atau paragraph dari cerita dengan suara keras untuk memancing anak. Kemudian mintalah anak membaca terusan ceritanya untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.


Variasikan aktivitas dengan meluangkan beberapa sesi untuk melakukan permaianan kata-kata sebagai ganti aktivitas membaca, atau mintalah anak untuk mengarang sebuah cerita, tulislah cerita tersebut, dan mintalah ia untuk membaca kembali tulisan tersebut.


Jangan membuat sesi ini sebagai pengganti kegiatan membaca dengan suara keras pada anak anda. Jik anda selalu membacakan cerita waktu tidur, pertahankanlah itu. Ini akan sangat membantunya mengenal buku dengan punuh kegembiraan.


Berikan hadiah padanya ketika dia melakukan sesuatu dengan sangat baik atau ketika anda melihat perubahan yang nyata pada nilai-nilainya di sekolah.

Problem Kesulitan Menulis (Dysgraphia)


Dalam sebuah pelatihan menjadi ahli ilmu kesehatan anak, terdapat seorang ahli ilmu kesehatan yang bernama Stephen yang tidka pernah menulis apapun di atas kertas. Ia menggunakan mesin ketik yang dapat dibawa kemana-mana (portable) untuk segala sesuatu laporan pasien, catatan singkat. Kemudian diketahui bahwa Stephen memang tidak dapat menulis secara jelas. seberapapun ia mencoba dengan keras ia tidak dapat menulis apapun dengan jelas, sehingga dia dan orang lain tidak dapat membaca tulisan tangannya.

Apa yang dialami Stephen merupakan problem kesulitan menukis (disgraphya). Tentunya disgraphya ini berbeda dengan tulisan tangan yang jelek. Tulisan tangan yang jelek biasanya tetap dapat terbaca oleh penulisnya, dan juga dilakukan dalam waktu yang relatif sama dengan yang menulis dengan bagus. Akan tetapi untuk dysgraphia, anak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menulis.

Dalam menulis sesuatu kita membutuhkan penglihatan yang cukup jelas, keterampilan motorik halus, pengetahuan tentang bahasa dan ejaan, dan otak untuk mengkoordinasikan ide dengan mata dan tangan untuk menghasilkan tulisan. Jika salah satu elemen tersebut mengalami masalah maka menulis akan menjadi suatu pekerjaan yang sulit atau tidak mungkin dilakukan.

sumber : http://www.iapw.info/home/index.php?option=com_content&view=article&id=141:mengatasi-kesulitan-belajar-pada-anak&catid=32:ragam&Itemid=45

Mengatasi Kesulitan Belajar

Anak yang memiliki keterlambatan kemampuan membaca, mengalami kesulitan dalam mengartikan atau mengenali struktur kata-kata (misalnya huruf atau suara yang seharusnya tidak diucapkan, sisipan, penggantian atau kebalikan) atau memahaminya (misalnya, memahami fakta-fakta dasar, gagasan, utama, urutan peristiwa, atau topik sebuah bacaan). Mereka juga mengalami kesulitan lain seperti cepat melupakan apa yang telah dibacanya. Sebagian ahli berargumen bahwa kesulitan mengenali bunti-bunyi bahasa (fonem) merupakan dasar bagi keterlambatan kemampuan membaca, dimana kemampuan ini penting sekali bagi pemahaman hubungan antara bunyi bahasa dan tulisan yang mewakilinya. Istilah lain yang sering dipergunakan untuk menyebutkan keterlambatan membaca adalah disleksia. Istilah ini sebenarnya merupakan nama bagi salh satu jenis keterlambatan membaca saja. Semasa awal kanak-kanak, seorang anak yang menderita disleksia mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa lisan. Selanjutnya ketika tiba masanya untuk sekolah,anak ini mengalami kesulitan dalam mengenali dan mengeja kata-kata, sehingga pada akhirnya mereka mengalami masalah dalam memahami maknanya.

Disleksia mempengaruhi 5 hingga 10 persen dari semua anak yang ada. Kondisi ini pertama kali diketahui pada abad ke sembilan belas, dimana ketika itu disebut dengan buta huruf (word blindness). Beberapa peneliti menemukan bahwa disleksia cenderung mempengaruhi anak laki-laki lebih besar disbanding anak perempuan. Tanda-tanda disleksia tidak sulit dikenali, bila seorang guru dan orangtua cermat mengamatinya. Sebagai contoh, bila anda menunjukkan sebuah buku yang asing pada seorang anak penderita disleksia, ia mungkin akan mengarang –ngarang cerita berdasarkan gambar yang ia lihat tanpa berdasarkan tulisan isi buku tersebut. Bila anda meminta anak tersebut untuk berfokus pada kata-kata dibuku itu, ia mungkin berusaha untuk mengalihkan permintaan tersebut.. Ketika anda menyuruh anak tersebut untuk memperhatikan kata-kata, maka kesulitan mebaca pada anak tersebut akan terlihat jelas. beberapa kesulitan bagi anak-anak penderita disleksia adalah sebagai berikut :

Membaca dengan sangat lambat dan dengan enggan
Menyusuri teks pada halaman buku dengan menggunakan jari telunjuk.
Mengabaikan suku kata, kata-kata, frase, atau bahkan baris teks.
Menambahkan kata-kata atau frase yang tidak ada dalam teks.
Membalik urutan huruf atau suku kata dalam sebuah kata
Salah dalam melafalkan kata-kata, termasuk kata-kata yang sudah dikenal
Mengganti satu kata dengan kata lain, meskipun kata yang digantikan tidak mempunyai arti dalam konteksnya.
Menyusun kata-kata yang tidak mempunyai arti.
Mengabaikan tanda baca.

sumber : http://www.iapw.info/home/index.php?option=com_content&view=article&id=141:mengatasi-kesulitan-belajar-pada-anak&catid=32:ragam&Itemid=45

Faktor Penyebab Kesulitan Belajar

Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu :

A. Faktor intern (factor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:
1). Faktor fisiologi
Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.

2). Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga termasuk dalam factor psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atu genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ factor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.

B. Factor ekstern (factor dari luar anak) meliputi ;

1). Faktor-faktor sosial
Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.

2). Faktor-faktor non- sosial
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah factor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.

sumber : http://www.iapw.info/home/index.php?option=com_content&view=article&id=141:mengatasi-kesulitan-belajar-pada-anak&catid=32:ragam&Itemid=45

Jenis Kesulitan Belajar

Jenis kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut :


Dilihat dari jenis kesulitan belajar :
ada yang berat
ada yang sedang


Dilihat dari bidang studi yang dipelajari :
ada yang sebagian bidang studi yang dipelajari, dan
ada yang keseluruhan bidang studi.


Dilihat dari sifat kesulitannya :
ada yang sifatnya permanen / menetap, dan
ada yang sifatnya hanya sementara


Dilihat dari segi factor penyebabnya :
ada yang Karena factor intelligensi, dan
ada yang karena factor bukan intelligensi



sumber : http://www.iapw.info/home/index.php?option=com_content&view=article&id=141:mengatasi-kesulitan-belajar-pada-anak&catid=32:ragam&Itemid=45

Kesulitan Belajar pada Anak

Aktifitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat, terkadang semangatnya tinggi, tetapi juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Demikian kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktifitas belajar. Setiap individu memang tidak ada yang sama. perbedaan individu ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku dikalangan anak didik. “dalam keadaan di mana anak didik / siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidak mampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami masalah kesulitan belajar. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena factor intelligensi yang rendah (kelaianan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan karena faktor lain di luar intelligensi. Dengan demikian, IQ yang tingi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar.



sumber : http://www.iapw.info/home/index.php?option=com_content&view=article&id=141:mengatasi-kesulitan-belajar-pada-anak&catid=32:ragam&Itemid=45

Selasa, 11 Mei 2010

Karakteristik anak TK

1. Perkembangan motorik

Berarti perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi. Perkembangan motorik terbagi dua yaitu motorik halus dan motorik kasar. Motorik kasar merupakan gerakan yang terjadi karena adanya koordinasi otot-otot besar, seperti ; berjalan, melompat, berlari, melempar dan menaiki. Motorik halus berkaitan dengan gerakan yang menggunakan otot halus, seperti ; menggambar, menggunting, melipat kertas, meronce, dan lain sebagainya.

Ciri khas perkembangan motorik anak TK adalah :

memiliki kemampuan motorik yang bersifat kompleks, yaitu mampu mengkombinasikan gerakan motorik dengan seimbang. Keterampilan koordinasi motorik kasar terbagi atas tiga kelompok yaitu keterampilan lokomotorik (berlari, melompat, menderap, meluncur, berguling, berhenti, berjalan setelah berhenti sejenak, menjatuhkan diri, dan mengelak), keterampilan nonlokomotorik (menggerakan anggota tubuh dengan posisi tubuh diam ditempat, berayun, berbelok, mengangkat, bergoyang, merentang, memeluk, melengkung, memutar dan mendorong), dan keterampilan memproyeksi, menangkap dan menerima (dapat dilihat pada waktu anak menangkap bola, menggiring bola, melempar bola, menendang bola, melambungkan bola, memukul dan menarik).
Anak memiliki motivasi instrinsik sehingga tidak mau berhenti melakukan aktivitas fisik baik yang melibatkan gerakan motorik halus maupun motorik kasar.
2. Perkembangan kognitif

Berarti proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan syaraf pada waktu manusia sedang berpikir, berkembang secara bertahap sejalan dengan perkembangan fisik dan syaraf-syaraf yang berada di pusat susunan syaraf.

Ciri khas perkembangan kognitif anak TK adalah :

Anak sudah mampu menggambarkan objek yang secara fisik tidak hadir, seperti anak mampu menyusun balok kecil untuk membangun rumah-rumahan, menggambar, dll.
Anak tidak mampu memahami prespektif atau cara berpikir orang lain (egosentris), seperti ketika menggambar anak menunjukkan gambar ikan dari sudut pengamatannya.
Anak belum mampu berpikir kritis tentang apa yang ada dibalik suatu kejadian, seperti anak tidak mampu menjawab alasan mengapa menyusun balok seperti ini dll.
3. Perkembangan bahasa

Bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya berupa bicara, dapat diwujudkan dengan tanda isyarat tangan atau anggota tubuh lainnya yang memiliki aturan sendiri.

Ciri khas perkembangan bahasa anak TK adalah

Terjadi perkembangan yang cepat dalam kemampuan bahasa anak. Anak dapat menggunakan kalimat dengan baik dan benar.
Telah menguasai 90% dari fonem (satuan bunyi terkecil yang membedakan kata seperti kemampuan untuk merangkaikan bunyi yang didengarnya menjadi satu kata yang mengandung arti contohnya i, b, u menjadi ibu) dan sintaksis (tata bahasa, misal saya memberi makan ikan” bukan ”ikan saya makan beri”) bahasa yang digunakan.
Dapat berpartisipasi dalam suatu percakapan. Anak sudah dapat mendengarkan orang lain berbicara dan menanggapi pembicaraan tersebut.
Sudah dapat mengucapkan lebih dari 2.500 kosakata.
Lingkup kosakata yang dapat diucapkan anak menyangkut; warna, ukuran, bentuk, rasa, bau, keindahan, kecepatan, suhu, perbedaan, perbandingan, jarak, permukaan (kasar-halus)
Mampu menjadi pendengar yang baik.
Percakapan yang dilakukan telah menyangkut berbagai komentar terhadap apa yang dilakukan oleh dirinya sendiri dan orang lain, serta apa yang dilihatnya.
Sudah dapat melakukan ekspresi diri, menulis, membaca bahkan berpuisi.
4. Perkembangan psikososial

Merupakan perkembangan yang membahas tentang perkembangan kepribadian manusia, khususnya yang berkaitan dengan emosi, motivasi dan perkembangan kepribadian.

Ciri khas perkembangan psikososial anak TK adalah

Sudah dapat mengontrol perilakunya sendiri.
Sudah dapat merasakan kelucuan (misalnya, ikut tertawa ketika orang dewasa tertawa atau ada hal-hal yang lucu).
Rasa takut dan cemas mulai berkembang, dan hal ini akan berlangsung sampai usia 5 tahun.
Keinginan untuk berdusta mulai muncul, akan tetapi anak takut untuk melakukannya.
Perasaan humor berkembang lebih lanjut.
Sudah dapat mempelajari mana yang benar dan yang salah.
Sudah dapat menengkan diri
Pada usia 6 tahun anak akan menjadi sangat asertif, sering berperilaku seperti boss (atasan), medominasi situasi, akan tetapi dapat menerima nasihat.
Sering bertengkar tetapi cepat berbaikan kembali.
Anak sudah dapat menunjukkan sikap marah.
Sudah dapat membedakan yang benar dan yang tidak benar, dan sudah dapat menerima peraturan dan disiplin.

sumber :http://marthachristianti.wordpress.com/2008/03/11/permasalahan-anak-di-taman-kanak-kanak/

PERMASALAHAN ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK

Anak bermasalah usia TK 4-6 tahun yang memiliki perilaku non normatif (perilaku) dilihat dari tingkat perkembangannya, atau mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri baik pada waktu belajar (konsentrasi) maupun dalam aktivitas bermain di sekolah atau di rumah (sosial).

Untuk mengetahui apakah anak bermasalah atau tidak, pendidik (orang tua, guru, orang dewasa disekitar anak) perlu memahami tahapan perkembangan anak dalam segala aspek. Pemahaman tersebut dapat membantu menganalisis dan mengelompokkan anak pada kategori bermasalah atau tidak.


sumber : http://marthachristianti.wordpress.com/2008/03/11/permasalahan-anak-di-taman-kanak-kanak/

Faktor yang terjadi kekerasan terhadap anak adalah :

1. Anak yang mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku dan autisme
2. Kemiskinan keluarga dan banyak anak
3. Broken home atau keluarga pecah
4. Ketiadaan ibu dalam jangka panjang / keluarga tanpa ayah
5. Pengulangan sejarah kekerasan
Faktor-faktor yang menyebabkan perkembangan psikologi abnormal seperti sakit jiwa atau keterbelakangan mental dapat diketahui dengan melihat bagaimana ibu dalam membentuk karakter anak-anaknya. Dan yang paling penting dalam menentukan perkembangan psikologinya adalah hereditas dan lingkungan. Dan tidak menutup kemungkinan perilaku dan sikap seorang ibu akan mempengaruhi perkembangan psikologi anak seperti ibu melakukan kekerasan pada anak-anaknya yang sering terjadi akhir –akhir ini. Yang hal itu akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan psikologi anak.
Untuk menghindari hal tersebut diatas adalah seorang ibu harus tahu setiap perkembangan psikologi anak mulai usia 0 – 5 tahun. Seorang ibu juga harus memantau dan membimbing perkembangannya kearah yang positif. Seorang ibu harus ekstra hati-hati dalam bersikap karena pada uia 0 – 5 tahun adalah masa-masa meniru apapun yang dilihatnya.


sumber : http://ayurai.wordpress.com/2009/04/22/tingkat-pengetahuan-ibu-tentang-perkembangan-psikologi-anak-usia-0-%E2%80%93-5-tahun/

tingkat pengetahuan ibu tentang perkembangan psikologi anak usia 0 – 5 tahun

Posted on April 22, 2009 by ayurai

Pada masa balita pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi sangat cepat. Setiap perkembangan anak harus dipantau setiap hari karena akan sangat menentukan kualitas kehidupan anak pada masa depan. Para ibu harus mengetahui tentang pengetahuan perkembangan anak, ini merpakan unsure utama untuk pertumbuhan anak agar anak dapat tumbuh berkembang secara optimal. Dengan adanya pantauan dan bimbingan dari ibu maka akan mempengaruhi permbangan psikologi anak. Sehingga penulis ingin meneliti studi tingkat pengetahuan ibu tentang perkembangan psikologi anak usia 0 – 5 tahun.
Menurut data internet dengan http/www.kompas.com/tgl. 5 Juli 2007 di LPA (Lembaga Perlindungan Anak) Jatim ditemukan 547 kasus kekerasan pada anak seperti kekerasan seksual, fisik, psikis, dll dengan 9,1% pelaku tindakan kekerasan adalah ayah kandung, 7,4% adalah ibu kandung dan 1,3% adalah kakek korban. Kasus yang terjadi di atas biasanya karena kepentingan keluarga dan kekerasan adalah bagian dari instrumen untuk mendidik anak agar tidak nakal dan cepat mandiri. Stigma tentang anak yang nakal dan sulit diatur adalah dasar pembenar yang sering kali dikemukakan pelaku. Di berbagai keluarga, harus diakui bahwa tidak selalu yang namanya kelahiran anak selalu disambut dengan penuh suka cita.


sumber : http://ayurai.wordpress.com/2009/04/22/tingkat-pengetahuan-ibu-tentang-perkembangan-psikologi-anak-usia-0-%E2%80%93-5-tahun/

Psikologi Perkembangan Anak : Mengenal Sifat dan Kemampuan Anak

Penulis : Reni Akbar - Hawadi

Masa kanak-kanak adalah masa yang sangat penting. Mengapa? Karena dalam rentang lima masa kanak-kanal (prenatal, masa bayi dan tatih, masa kanak-kanak pertama, masa kanak-kanak kedua, dan masa remaja), priabdi dan sikap seseorang dibentuk. Bila pada masa penting itu seseorang anak ''salah bentuk'', akibatnya bisa fatal. Hal ini kerap dilakukan orang tua, guru, atau orang dewasa karena mereka memiliki pengetahuan yang minim mengenai perkembangan anak.

Bagaimana cara memahami perkembangan anak? Seperti apakah ciri-ciri anak di bawah rata-rata, anak rata-rata , anak di atas rata-rata, serta anak jenius? Kalau ciri-ciri itu melekat pada anak Anda, mau diapakan dia? Bagaimana pula Anda menangani dan mendampingi mereka?

Psikologi Perkembangan Anak tidak hanya memberikan kerangka teoretis buat Anda di dalam mengenal dan mendampingi seorang anak, tetapi juga menyajikan langkah-langkah praktis yang bisa langsung diterapkan.


sumber:http://www.kutukutubuku.com/2008/open/5906/psikologi_perkembangan_anak_mengenal_sifat_dan_kemampuan_anak

Beberapa hal yang bisa dilakukan orangtua untuk melatih kejujuran anak :

1. Selalu menerangkan dan meminta maaf jika tidak menepati janji.
2. Jika kedapatan berbohong di muka anak, akuilah, dan jelaskan alasannya.
3. Jangan mengatakan kebohongan untuk mendapatkan persetujuan anak.
4. Jangan memberikan terlalu banyak aturan pada anak.
5. Jangan terlalu sering memberikan hukuman pada anak.
6. Jangan langsung marah jika anak melakukan kebohongan, tanyakan dulu mengapa.


sumber :http://meha.jazz.or.id/2009/08/25/psikologi-anak-keluarga-single-parent/

beberapa perilaku orangtua yang bisa menghasilkan sebuah keluarga broken home:

• Tidak bisa beradaptasi dalam pengasuhan.
• Terus mengajari anak-anak pelajaran-pelajaran dan berharap anak akan berubah perilakunya.
• Menciptakan kondisi yang mendorong anak untuk gagal (selalu terburu-buru di pagi hari, meninggalkan anak-anak tanpa orang dewasa di dekat mereka, tidak menyediakan cukup waktu untuk mendengarkan anak-anak).
• Bereaksi penuh kemarahan terhadap anak-anak.
• Memiliki motivasi untuk membalas dendam terhadap mantan pasangan atau orang lain.
• Tidak memberikan pilihan pada anak-anak.
• Hanya memberikan sedikit peringatan atau tanpa peringatan sama sekali ketika menghukum anak-anak, sehingga anak-anak tidak memiliki kesempatan untuk mengubah perilakunya.
• Mengutamakan kehidupan sosialnya sendiri di atas kepentingan anak-anak, atau tidak memiliki kehidupan sosial sama sekali.
• Sering berganti-ganti pasangan kencan.
• Selalu menunggui anak-anak di manapun mereka berada.
• Tidak menciptakan batasan-batasan.
• Tidak bisa diduga, misalnya marah karena sebuah perilaku hari ini namun tertawa karena perilaku yang sama di hari yang lain.
• Membiarkan anak tidak terkontrol dan tidak hormat kepada orang lain.
• Menyelamatkan anak-anak dari konsekuensinya sebagai anak di usianya.

Hal-hal di atas mengarahkan terjadinya keluarga broken home. Ada pun orangtua yang menyebabkannya biasanya berkilah dan menganggap bahwa dirinya sendiri adalah korban, alih-alih penyebab. Mereka menganggap bahwa dirinya adalah korban perceraian atau kematian pasangan, korban situasi ekonomi, dan korban kondisi sosial, begitu pun anak mereka diposisikan sama.

Salah satu masalah utama yang pelik yang dihadapi banyak orangtua tunggal adalah masalah finansial, terutama pada ibu tunggal. Apalagi banyak ayah yang setelah bercerai mengabaikan kewajibannya untuk memberikan nafkah hidup kepada anak-anaknya. Mereka kabur begitu saja. Tak pelak ibulah yang harus menanggung total seluruh biaya pengasuhan anak-anak.

Papalia, Olds & Feldman (2002); menyebutkan bahwa kemiskinan akan memberikan efek gangguan emosional kepada orangtua, yang kemudian akan mempengaruhi cara mereka dalam mengasuh anak-anak.

Sudah tentu, oleh karena mengalami gangguan emosional, maka orangtua boleh jadi mengasuh anak dengan cara yang tidak tepat dan tidak proporsional. Beberapa daftar perilaku orangtua di atas merupakan contoh perilaku mengasuh yang muncul sebagai hasil dari gangguan emosional yang di alami orangtua. Alhasil anak-anak pun berpotensi menjadi korbannya, yang bisa berujung pada terciptanya keluarga broken home. Biasanya, ketika seorang ibu tunggal merasa bekerja berlebihan, konflik hubungan orangtua dengan anak cenderung meningkat. Ibu yang demikian menjadi kurang perhatian dan kurang penerimaan, dan anak-anak mereka cenderung menunjukkan perilaku bermasalah.
Oleh karena itu, Anda harus menyembuhkan diri dulu sebelum mampu berperan sebagai orangtua tunggal yang tangguh. Hanya dengan itu keluarga Anda tidak akan dilabeli sebagai keluarga broken home.


sumber :http://meha.jazz.or.id/2009/08/25/psikologi-anak-keluarga-single-parent/

PSIKOLOGI ANAK : KELUARGA SINGLE-PARENT

Banyak yang mengira bahwa menjadi keluarga tunggal maka sama saja dengan menjadi broken home, tentu saja itu 100% salah. Tidak ada hubungannya antara keluarga tunggal dengan broken home. Memang benar bahwa sebagian keluarga tunggal broken home, namun sebagian keluarga utuh juga broken home. Jadi, broken home bukanlah ciri dari keluarga tunggal.

Keluarga tunggal adalah keluarga yang sehat, dan tidak ada yang salah dengannya. Sepanjang interaksi antar anggota keluarga terus terjadi dan terjalin dengan baik, maka keluarga tunggal bukanlah broken home.

Keluarga broken home adalah keluarga yang hubungan antar anggotanya tidak terjalin dengan baik; antar anggota keluarga tidak saling terhubung, komunikasinya tidak jalan. Biasanya, justru dalam keluarga tunggal komunikasi akan lebih lancar dan ikatan antara anggota keluarga akan lebih erat.

Dampak negatif yang dialami anak yang timbul setelah perceraian atau kematian salah satu orangtua mereka biasanya bukan hanya karena perceraian atau kematian itu sendiri. Bahayanya justru datang dari konflik yang mengikuti perceraian itu, atau gara-gara terjadinya gangguan jangka panjang terhadap gaya pengasuhan terhadap si anak yang dilakukan oleh orang dewasa yang terganggu. Oleh sebab itu, Anda harus pulih lebih dahulu sebelum bisa memulihkan anak-anak. Anda harus sehat lebih dulu sebelum bisa membuat anak-anak sehat. Jika Anda tidak kunjung pulih maka boleh jadi Anda mengasuh anak Anda tidak dalam cara-cara yang tepat dan benar, yang bisa mengakibatkan anak Anda bermasalah. Keluarga Anda akan menjadi keluarga broken home, apabila pengasuhan yang Anda lakukan terganggu. Jika tidak terganggu, maka broken home tidak akan menjadi bagian dari keluarga Anda.


sumber :http://meha.jazz.or.id/2009/08/25/psikologi-anak-keluarga-single-parent/

Sabtu, 01 Mei 2010

Pervasive Develpmental Disorder Screening Test – II

Untuk anak berumur 12-24 bulan
1.Apakah anak anda sering terlihat bosan atau tidak berminat terhadap pembicaraan atau suatu aktivitas di sekitarnya?
2.Apakah anak anda sering mengerjakan suatu pekerjaan atau bermain dengan suatu benda, yang dilakukannya berulang-ulang dalam waktu yang lama, sehingga anda merasa heran mengapa anak seumurnya dapat berkonsentrasi sangat baik?
3.Apakah anda memperhatikan bahwa anak anda dapat sangat awas terhadap suara tertentu misalnya iklan di TV, tetapi seperti tidak mendengar suara lain yang sama kerasnya, bahkan tidak menoleh bila dipanggil?
4.Apakah anda merasa bahwa perkembangan anak (selain perkembangan kemampuan berbicara) agak lambat (misalnya terlambat berjalan)?
5.Apakah anak anda hanya bermain dengan satu atau dua mainan yang disukainya saja hampir sepanjang waktunya, atau tidak berminat terhadap mainan sama sekali?
6.Apakah anak anda sangat menyukai meraba suatu benda secara aneh, misalnya meraba-raba berbagai tekstur seperti karpet atau sutera?
7.Apakah ada seseorang yang menyatakan kekuatiran bahwa anak anda mungkin mengalami gangguan pendengaran?
8.Apakah anak anda senang memperhatikan dan bermain dengan jari-jarinya?
9.Apakah anak anda belum dapat atau tidak dapat menyatakan keinginannya, baik dengan menggunakan kata-kata atau dengan menunjuk menggunakan jarinya?
10.Apakah anak anda tampaknya tidak berminat untuk belajar bicara?
11.Apakah anak anda seperti tidak mempunyai rasa takut terhadap benda atau binatang yang berbahaya?
12.Bila anda mencoba menarik perhatiannya, apakah kadang-kadang anda merasa bahwa ia menghindari menatap mata anda?
13.Apakah anak anda suka digelitik dan berlari bersama, tetapi tidak menyukai bermain “ciluk-ba”
14.Apakah ia pernah mengalami saat-saat ia menjadi kurang berminat terhadap mainan?
15.Apakah ia menghindari atau tidak menyukai boneka atau mainan berbulu?
16.Apakah ia tidak suka bermain dengan boneka atau mainan berbulu?
17.Apakah ia terpesona pada sesuatu yang bergerak, misalnya membuka-buka halaman buku, menuang pasir, memutar roda mobil-mobilan atau memperhatikan gerakan air?
18.Apakah anda merasa bahwa kadang-kadang anak anda tidak peduli apakah anda berada atau tidak ada di sekitarnya?
19.Apakah kadang-kadang suasana hatinya berubah tiba-tiba tanpa alasan yang jelas?
20.Apakah ia mengalami kesulitan untuk bermain dengan mainan baru, walaupun setelah terbiasa ia dapat bermain dengan mainan tersebut?
21.Apakah ia pernah berhenti menggunakan mimik yang sudah pernah dikuasainya, seperti melambaikan tangan untuk menyatakan da-dah, mencium pipi, atau menggoyangkan kepala untuk menyatakan tidak?
22.Apakah anak anda sering melambaikan tangan ke atas dan ke bawah di samping atau di depan tubuhnya seperti melambai-lambai bila merasa senang?
23.Apakah anak anda menangis bila anda pergi, tetapi seperti tidak peduli saat anda datang kembali?
Jumlah jawaban “ya” untuk nomor ganjil ……….
Jumlah jawaban “Ya” untuk nomor genap ……….

Penafsiran
Bila ada 3 atau lebih jawaban “Ya” untuk nomor ganjil, anak harus diperiksa lebih lanjut untuk menentukan apakah ia mengalami autisme.
Bila ada 3 atau lebih jawaban “Ya” untuk nomor genap, anak harus diperiksa apakah ia mengalami gangguan perkembangan selain autisme.

Sumber: Siegel B. Pervasive Developmental Disorders Clinic and Laboratory, USA, 1999



sumber : http://www.anakku.net/2009/12/10/contentskrining-untuk-mengetahui-autisme/

Skrining untuk mengetahui autisme

Bila anak mengalami gejala yang mengarah ke Autisme, jangan tunggu. Segera cari pertolongan. Terapi sebaiknya dilakukan walau diagnosis belum ditegakkan dengan pasti. Bila terapi dilakukan sejak dini, hasilnya akan jauh lebih baik dibandingkan bila anak sudah berumur 5 tahun lebih.

Untuk mengetahui gejalanya, jawab saja pertanyaan pada skrining berikut. Pengalaman saya menunjukkan bahwa skrining ini sangat bermanfaat untuk menguatkan kecurigaan autisme. Harus diingat bahwa instrumen ini hanya berfungsi sebagai skrining. Untuk menegakkan diagnosis harus dilakukan pemeriksaan yang lebih lengkap.



sumber :http://www.anakku.net/2009/12/10/contentskrining-untuk-mengetahui-autisme/

Skrining untuk sindrom Asperger

Sindrom Asperger makin lama makin banyak dijumpai. Umur diketahuinya sindrom Asperger lebih tua dibandingkan anak yang mengalami autisme, biasanya pada saat anak mulai bersekolah di pre-school atau SD. Jadi kira-kira umur 4-7 tahun. Pada anak yang masih lebih kecil, sindrom Asperger sulit diketahui.

Anak yang mengalami sindrom Asperger menunjukkan gangguan interaksi sosial dan gangguan perilaku seperti pada autisme, tetapi kemampuan komunikasinya jauh lebih baik. Anak-anak ini seringkali memperlihatkan gangguan motorik, misalnya clumsy, sering jatuh sendiri, kurang mampu berolahraga.


Anak dengan sindrom Asperger seringkali mempunyai IQ yang tinggi sehingga prestasi akademisnya sangat baik. Namun, karena perilakunya berbeda dengan anak lain mereka sering mengalami kesulitan di sekolah dan dalam pergaulan.


sumber :http://www.anakku.net/2009/01/25/contentskrining-untuk-sindrom-asperger/

Latihan Tidur untuk Anak Khusus

by The Asian Parent
Filed under Anak Istimewa, Umum

Sleep Glorious Sleep

Meskipun hampir semua anak yang khusus bisa tidur biasa, tapi itu mungkin tidak mudah untuk semua anak khusus dari pada anak yang normal.

Ada disini titik-titik bisa membantu anda berlatih anak khusus tidur secara biasa:

1) Disiapkan: Mengerti bahwa itu mungkin perlukan waktu sedikit lama menidurkan anak khusus ke tempat tidur dari pada anak biasa lain.

2) Dapat Bantuan: Tidak menjadi malu minta bantuan oleh anggota keluarga anda dan teman-teman anda. Anda akan perlu banyak kerja bagi anda dan pasti akan kesulitan di jalan ini. Anda perlu isitrahat untuk diri sekali-kali.

3) Melihat keperluan Dia: Meskipun, hampir semua latihan tidur keterlibatan teknik kognitif dan perilaku, anak penyakit down syndrome contohnya mungkin sakit dengan masalah pernapasan. Untuk banyak anak penyakit down syndrome, operasi amandel membantu masalah pernapasan.

4) Menetapkan rutin terstruktur: Menetapkan rutin terstruktur akan membantu anak anda mengerti bahwa ada waktu tetap untuk kerja biasa sehari dan tidur juga satu kegiatan dalam kegiatan-kegiatan biasa sehari-hari.

5) Ketepatan Waktu: Memastikan bahwa waktu tidur hampir sama setiap malam.

6) Merasa Terikat Dengan: Latihan tidur untuk anak khusus perlu kesungguhan. Jika anda menyerahkan setelah beberapa hari, anak anda akan mempunyai ketetapan hati tidak mau tidur waktu tepat.



sumber :http://id.theasianparent.com/articles/latihan-tidur-untuk-anak-khusus

Cinta Dua Hati (OST Cinta Dua Hati)

Tak ku sangka dirimu hadir di hidupku
menyapaku dengan sentuhan kasihmu

Ku sesali cerita yang kini terjadi
mengapa disaat ku telah berdua

Maafkan bila cintaku
tak mungkin ku persembahkan seutuhnya
Maaf bila kau terluka
karena ku jatuh di dua hati

Maafkan bila cintaku
tak mungkin ku persembahkan seutuhnya padamu
Maaf bila kau terluka
karena ku jatuh
Karena ku jatuh di dua hati

Read more: http://www.bloggerceria.com/2010/03/lirik-lagu-cinta-dua-hati-afgan.html#ixzz0mgdMImMx