Jumat, 28 Mei 2010

tips sederhana yang dapat dilakukan oleh orangtua agar anaknya senang belajar.

1.
Sebagai orangtua, jadilah model atau tokoh panutan terhadap standar perilaku yang diharapkan.
Dari anak kita mulai berbicara, ajak mereka untuk melihat apa yang menjadi dasar berpikirnya. Misalnya, ”Kamu suka mobil ya, bagian mana atau apanya yang kamu suka?” Mengajukan pertanyaan yang sifatnya terbuka melatih anak untuk menyadari pikiran dan tindakannya.
Ketika anak duduk di SD, mereka membutuhkan model dari orangtua dalam belajar. Pada tahap persiapan, dorong dan pujilah usaha anak untuk mencari buku, melihat kelengkapan alat tulis, dan materi yang terkait. Peran reinforcement (penguat) akan membantu pembentukan perilaku tersebut. Contoh penguat yang cukup manjur adalah pujian seperti ”Kakak hebat ya sudah bisa mengambil sendiri buku yang akan dipelajari sesuai dengan jadual hari ini”. Pemberian checklist akan membantu anak melihat proses tersebut sudah dilalui dengan tepat.
Dalam proses belajar, kita perlu ada di dekat anak pada waktu awal-awal sekolah. Kita mau membentuk perilaku anak, jadi kita pun perlu hadir mendampingi. Dalam membaca materi bacaan, dukung anak untuk membaca dengan tempo yang lambat sesuai dengan tanda baca. Jelaskan kepada anak pentingnya memahami pokok dari cerita dari setiap paragraf. Lalu berikan anak kesempatan untuk mencari kata kunci.
Perhatikan channel belajar anak. Anak yang visual akan sangat senang membuat ringkasan yang bisa nyaman dilihat secara visual, misalnya dengan mindmapping atau membuat flowchart. Sementara itu, anak yang auditory akan terbantu belajarnya dengan cara mencoba menceritakan ulang apa yang ia pelajari. Anak yang kinestetik lebih mudah memahami dengan memperagakan. Apapun channel belajar anak, semakin banyak kita memanfaatkan media belajarnya maka anak semakin paham.
Pada saat anak tidak mengerti, maka kita tidak perlu segera memberitahu jawabannya. Pancing dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka tanpa memberikan penilaian. Lalu ketika selesai belajar, minta anak mengecek pemahamannya dengan menceritakan ringkasan materi yang kemudian dilanjutkan dengan menjawab pertanyaan secara mandiri.
Alangkah baiknya jika langkah-langkah belajar juga dibuat checklist sehingga akan membantu anak mengecek proses yang telah dilaluinya.

2.
Bukalah akses informasi anak kepada referensi. Sediakan buku yang memadai, ataupun referensi seperti kamus atau ensiklopedia, termasuk pula internet.

3.
Perbanyak berdiskusi dengan anak selama belajar. Proses diskusi akan melatih anak mengasah dasar berpikir dan sistematika berpikir. Suasana diskusi harus dibuat demokratis sehingga anak tidak takut opininya akan disalahkan.

4.
Berikan kesempatan kepada anak untuk menjadi mandiri dalam penyelesaian tugas-tugas sekolah baik tugas individual maupun kelompok. Ketika anak ditugaskan untuk mencari informasi tentang tugas seorang dokter maka berikan kesempatan bagi anak untuk mewawancarai salah seorang dokter lalu menuliskan resume dari wawancara. Kemudian barulah anak diminta mengaitkan tinjauan buku teks dengan hasil wawancaranya.

5.
Belajar bisa dimana saja. Artinya rasa ingin tahu anak tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Pada saat anak tertarik dengan informasi tertentu, itulah saat yang tepat untuk membangun rasa ingin tahu dengan mencari pengetahuan yang lebih dalam dan mendiskusikannya dengan orangtua. Misalnya ketika kita sedang ke mall lalu anak tertarik dengan tempat parkir yang melingkar maka setiba di rumah topik tersebut dapat dijadikan bahan diskusi yang disertai dengan mencari informasi tentang konstruksi bangunan.

Dengan belajar model ’self-regulated’ maka kegiatan belajar yang serba rapi teratur dalam arti harus duduk manis dan diam mengerjakan soal menjadi bergeser. Dalam proses belajar yang interaktif antara anak dengan materi pelajarannya maka suasananya lebih fun. Kakak dan adik dapat dilibatkan juga dalam diskusi sehingga proses diskusi menjadi lebih kaya. Hasilnya, pengetahuan anak jadi lebih mendalam dan anak akan senang belajar. Yang penting, proses tersebut sudah dibiasakan sejak kecil dengan waktu belajar yang sedikit demi sedikit bertambah. Hitung-hitung sekalian menerapkan ”diet TV”. Daripada anak menonton acara TV yang tidak mendidik, atau menjadi pembelajar pasif dari program-program edukasi anak yang pun jumlahnya masih sangat minim, mengapa tidak kita buat suasana belajar yang menjadikan anak sebagai pemeran utama dalam proses belajarnya sendiri?

Self-regulated learning juga membuat anak senang belajar tanpa harus diimingi-imingi hadiah seperti ”Kalau bisa menghafal kali-kalian sampai sepuluh, nanti diberi coklat”. Self-regulated learning tidak mengenal reward semacam itu. Mengapa tidak ada reward? Ya karena reward-nya didapat dari kepuasan diri sendiri. Ketika anak sudah memahami suatu materi dapat kita rayakan dengan toss bersama dan ekspresi kegembiraan ”Kita berhasil!!”. Akhirnya, pemahaman materi menjadi reward bagi proses belajar itu sendiri. Bukankah memang begitu semestinya yang namanya belajar?

sumber : http://blog.caturstudio.com/2009/01/arti-belajar-penting-ditanamkan-pada-anak-usia-sekolah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar