Senin, 26 April 2010

Beberapa contoh khas

Dalam kasus-kasus tertentu, bila membangun interaksi yang bermakna itu sangat sulit untuk dilakukan, maka bantuan profesional mungkin dibutuhkan.

Beberapa contoh khas adalah sbb:

* Bila anak terlahir dengan berat badan rendah, mempunyai kelainan atau disfungsi;
* Bila orang tua dan anak mempunyai temperamen yang sangat berbeda dan orang tua kurang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri;
* Bila orang tua sangat tidak dewasa dan kurang mempunyai kemampuan untuk berempati atau mengasuh anak, atau tidak dapat menyesuaikan interaksinya dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan anak;
* Bila orang tua hidup dalam konflik dan keadaan sulit dan tidak mempunyai energi untuk mengasuh anak;
* Bila orang tua mengalami gangguan psikologis dengan suasana hati yang sangat berubah-ubah dan pola asuhnya tidak dapat diprediksi;
* Bila penyalahgunaan obat-obatan menandai kehidupan sehari-hari orang tua dan tingkat keberfungsiannya;
* Bila interaksi antara anak dan pengasuh mencerminkan pengabaian dan pelecehan;

“Resiko” psikososial bagi anak-anak ini terutama terletak pada kenyataan bahwa mereka dan/atau pengasuhnya tidak mempunyai kapasitas yang cukup untuk mengembangkan interaksi yang bermakna dan stabil, yang merupakan titik tolak bagi semua perkembangan sosial dan mental.

Membangun interaksi yang bermakna bahkan dapat lebih sulit lagi dengan anak yang mengalami gangguan perkembangan dan fungsional yang serius karena hal-hal berikut:

* Upaya mereka untuk berkomunikasi sering kali tidak dipahami, diabaikan, diacuhkan, atau tidak direspon secara sistematis;
* Sering kali mereka tidak mengerti bahwa mereka dapat mempengaruhi lingkungannya atau mengubah keadaan yang berhubungan dengan kebutuhannya.
* Anak-anak tanpa ketunanetraan atau ketunarunguan, atau tanpa gangguan otak yang serius dan lumpuh, biasanya akan belajar untuk mempengaruhi lingkungannya dengan senyum, suara, meniru, ekspresi wajah atau gerakan tubuh bila pengasuh bereaksi positif terhadap isyarat-isyarat dan inisiatif tersebut. Oleh karena itu, bentuk-bentuk komunikasi seperti ini diperkuat dan terus berkembang. Hal yang sama berlaku pula bagi anak-anak yang menyandang kecacatan fungsional, tetapi upaya dini untuk berkomunikasinya sering kali diabaikan dan upaya tersebut cenderung melemah.
* Anak-anak dengan kecacatan fungsional perlu ambil bagian dalam tema komunikasi yang sama dengan anak-anak lain. Interaksi harus mengandung cara berkomunikasi yang bermakna.
* Anak-anak dengan kecacatan fungsional hanya dapat belajar berkomunikasi dengan cara yang bermakna jika kita belajar memahami sinyal dan cara mereka mengekspresikan diri; mulailah dari situ, dan bersama-sama dengannya kembangkanlah dunia bermakna dan pengertian bersama.

Dengan mendukung kemampuan anak untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan cara yang bermakna, kita akan dapat membuka jalan bagi pengalaman termediasi dan pembelajaran yang didasarkan atas potensi dan sumber-sumber yang dimilikinya.

Tentang interaksi dan kerjasama antara guru dan orang tua

Tentang pandangan sekolah terhadap peran orang tua dalam membesarkan anak dan pembelajarannya

Walaupun tujuan resmi sekolah menekankan kerjasama dengan orang tua, tetapi sekolah-sekolah di Norwegia secara tradisional hanya menyelenggarakan dua kali konferensi guru-orang tua dalam satu tahun ajaran, yaitu satu konferensi di musim gugur dan satu lagi di musim semi. Tentu saja kita dapat berargumen bahwa ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa sekurang-kurangnya ada dua konferensi bagi orang tua dan guru, dan bahwa kerjasama dengan orang tua di luar ini tergantung pada inisiatif orang tua dan guru. Namun, merupakan suatu hal yang alami untuk menafsirkan bahwa pengaturan tentang dua konferensi orang tua-guru per tahun tersebut sebagai sebuah ungkapan tentang bagaimana sekolah memandang peran dan fungsi orang tua dalam pendidikan dan pengajaran anak. Pada umumnya, kedua konferensi tersebut berfungsi sebagai pertemuan untuk menyampaikan informasi, di mana pada musim gugur guru menginformasikan kepada orang tua mengenai program pengajaran untuk tahun ajaran yang akan berjalan, dan di musim semi guru menginformasikan bagaimana pengajaran dan kelas telah berkembang selama satu tahun ajaran. Tanggung jawab mengenai isi pengajaran dan implementasinya di kelas jelas merupakan tanggung jawab sekolah dan guru. Tanggung jawab untuk kegiatan belajar siswa sebagaimana dituntut oleh kurikulum terletak pada kemampuan masing-masing siswa – melalui kegiatan di kelas dan pekerjaan rumah. Peran orang tua terkait dengan kegiatan membesarkan anak, merawat dan mengasuhnya dan membantu pekerjaan rumahnya. Secara umum, sekolah – tetapi mungkin lebih banyak terjadi di sekolah menengah atas dibanding sekolah dasar - tampaknya tidak banyak menekankan pada pengembangan hubungan erat dengan orang tua, yang dapat merupakan jembatan antara lingkungan rumah dan lingkungan sekolah, dan antara pengalaman anak di dalam dan di luar sekolah. Sekolah tampaknya tidak mempertimbangkan bahwa kontak antara orang tua dengan guru dan rasa kerjasama siswa, saling pengertian, dan dukungan antara rumah dan sekolah, dapat berdampak secara signifikan terhadap kesejahteraan siswa, pembelajaran dan perkembangannya melalui tugas-tugas sekolah. Hanya bila masalah tertentu muncul dalam pembelajaran siswa dan penyesuaian dirinya ke sekolah maka kontak antara orang tua dan sekolah menjadi lebih intensif – dan kemudian seringkali dengan fokus memecahkan masalah yang sebenarnya dapat terpecahkan seiring dengan berjalannya waktu. Pada prakteknya, upaya sistematis untuk membangun hubungan saling percaya dan kerjasama sebagai dasar untuk kesejahteraan anak, rasa aman dan pembelajarannya, hanya mendapat sedikit penekanan. Sekolah tidak mempunyai tradisi menggunakan pendekatan yang holistik untuk mendidik anak, pembelajaran dan perkembangan anak, di mana kerja sama antara rumah dan sekolah merupakan inti dari upaya anak untuk menghubungkan pengalaman sehari-hari ke dalam satu kesatuan yang bermakna.

Kerjasama antara orang tua dan sekolah dapat digambarkan atas dasar bermacam-macam tingkat keterlibatan orang tua:

* Orang tua sebagai mitra dalam pendidikan anak, tetapi pasif dalam kaitannya dengan pendidikan formal anak yang diberikan di sekolah. Dua dunia bagi anak: rumah dan sekolah tidak merupakan pengalaman yang berbeda namun saling melengkapi, tetapi dua perangkat sikap, persepsi dan cara menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari yang jauh berbeda. Kurangnya kerjasama tersebut memberikan sedikit kesempatan untuk menghindari masalah pembelajaran dan penyesuaian.
* Orang tua sebagai pemain pendukung dalam pekerjaan sekolah. Mereka familiar dengan rencana dan praktek sekolah, mengatur anaknya untuk mengerjakan pekerjaan rumah, dan juga memainkan peranan yang sangat penting sebagai pengasuh anak di rumah. Bentuk kerjasama ini mungkin yang paling umum dan pada umumnya berfungsi dengan baik bila orang tua dan anak tidak mempunyai kebutuhan khusus.
* Orang tua, di samping perannya sebagai pengasuh anak, merupakan peserta aktif dalam pekerjaan sekolah, bekerjasama dengan guru dalam hal pekerjaan sekolah dan PR, membesarkan anak dan memperhatikan kehidupan sosial anak di dalam dan di luar sekolah. Integrasi antara lingkungan rumah dan sekolah menjadi lingkungan yang lebih terpadu, dengan kesamaan dalam sikap, norma dan nilai dalam kaitannya dengan dunia sosial dan pribadi anak, pembelajaran dan perkembangannya. Bentuk kerjasama seperti ini telah terbukti mempunyai dampak positif terhadap kesejahteraan, pembelajaran dan perkembangan anak dan membantu mencegah kesulitan belajar dan penyesuaian diri. Bagi anak yang berkebutuhan khusus, jenis hubungan yang erat, saling percaya dan kooperatif ini sangat penting bagi kesejahteraannya, penyesuaian sosialnya, dan belajarnya.

Tingkatan di mana orang tua bersedia dan dapat berkerjasama dengan sekolah itu bervariasi.
Sejauh mana orang tua bersedia untuk secara aktif bekerjasama dengan sekolah tergantung pada minat, kemampuan kesempatan dan kadang-kadang motivasinya. Orang tua sering menetapkan standar tinggi bagi guru; mereka mengharapkan guru akan mengidentifikasi kebutuhan, mengambil inisiatif dan membuat rencana praktis untuk mengembangkan dan memelihara hubungan kerja yang baik dengan orang tua.

Sekolah ada untuk memenuhi kebutuhan anak untuk belajar dan berkembang menjadi “orang baik”, pembelajaran dan perkembangan yang hanya terjadi dalam kerjasama yang erat dengan orang tua dan lingkungan rumah. Guru adalah profesional dalam bidang pendidikan, tetapi kini kita tahu bahwa pekerjaan guru tidak akan berhasil secara optimal tanpa masukan dari orang tua.

Oleh karena itu guru harus berbuat sedapat mungkin untuk menjalin hubungan kerjasama yang baik, dan menyesuaikan hal ini dengan kebutuhan yang relevan dari tiap anak dan orang tua. Dalam kenyataannya ini berarti membentuk apa yang disebut kemitraan dengan orang tua.

Agar ini berhasil, terdapat beberapa tuntutan terhadap guru:

* Guru harus memahami bahwa orang tua mempunyai kapasitas dan kebutuhan yang berbeda-beda. Oleh karena itu guru harus mempunyai sikap yang fleksibel terhadap bentuk kerjasama yang hendak diciptakannya serta terhadap apa yang dapat diharapkannya dari hubungan kerjasama itu.
* Guru harus mempunyai keinginan dan kemampuan untuk mengembangkan hubungan kerja dengan orang tua yang memiliki beragam kemampuan, minat dan latar belakang.

Sebagaimana halnya dengan guru, orang tua pun secara signifikan berbeda-beda. Orang tua mempunyai bermacam-macam pengalaman dibesarkan dan bersekolah, yang akan membentuk dasar bagi persepsinya tentang sekolah dan tugas guru. Sikap mereka terhadap kerjasama dan persepsinya tentang perannya dalam persekolahan anaknya akan sangat bervariasi.

Sebagaimana halnya ada anak yang berkebutuhan khusus, terdapat pula orang tua yang berkebutuhan khusus:

* Orang tua mempunyai bermacam-macam persepsi tentang dirinya sendiri, tentang apa artinya menjadi orang tua dan tentang apa yang dapat mereka kontribusikan pada situasi sekolah, dan oleh karenanya kapasitasnya pun akan sangat bervariasi ketika mereka memasuki kerjasama dengan guru mengenai pendidikan dan perkembangan anaknya.
* Orang tua bervariasi dalam hal kehidupan sosial dan sehari-harinya, kehidupan pribadinya, waktu yang mereka miliki, stres yang mereka alami, dan tingkat kemungkinannya untuk bekerja secara aktif dengan guru.
* Di samping itu, anak-anak bervariasi dalam perkembangan sosial dan intelektualnya, sikapnya dan caranya belajar di sekolah. Jenis kerjasama yang dibutuhkan orang tua bervariasi dalam hal tingkatannya, isinya dan bentuk organisasinya.

Terdapat perbedaan yang sangat beragam pada anak-anak, kehidupan rumahnya dan pengalaman mereka di sekolah dan, terdapat perbedaan yang cukup beragam pula pada orangtuanya – yang sangat penting dalam membangun jembatan penghubung antara sekolah dan rumah. Kerjasama antara sekolah dan rumah menuntut pemikiran yang mendalam tentang konsepsi peran sekolah secara umum, dan demikian pula tentang peran guru dalam kaitannya dengan anak dan kerjasama dengan orang tua mengenai pembelajaran dan perkembangan anak. Oleh karena itu, sangat jelas bahwa tantangan untuk menciptakan dasar kerjasama yang baik dengan orang tua itu memerlukan wawasan, fleksibilitas, kemampuan untuk berempati dan kontak pribadi yang sangat bervariasi. Hubungan kerjasama itu harus disesuaikan dalam bentuknya maupun isinya dengan kebutuhan individu anak dan orang tua.

sumber : http://www.idp-europe.org/indonesia/buku-inklusi/Membantu_Anak_dan_Keluarga_yang_Berkebutuhan_Khusus.php

Tidak ada komentar:

Posting Komentar