Senin, 26 April 2010

Contoh-contoh bermacam-macam tipe orang tua yang berkebutuhan khusus

Contoh-contoh bermacam-macam tipe orang tua yang berkebutuhan khusus:

* Orang tua yang pada umumnya merasa tidak yakin mengenai perannya sebagai orang tua, khususnya dalam kaitannya dengan pendidikan anaknya di sekolah.
* Orang tua yang mempunyai pengalaman negatif dengan kegiatan sekolahnya sendiri, baik secara akademik, sosial ataupun keduanya , yang membuat mereka cemas atau khawatir akan pendidikan di sekolah anaknya.
* Orang tua yang melihat sekolah sebagai institusi yang otoriter dan memandang guru dengan kecurigaan dan mengambil jarak, dan sangat kritis atau bersikap negatif terhadap kerjasama.
* Orang tua yang melihat peran sekolah hanya sebagai penyedia informasi, yang tidak menyadari kebutuhan emosional dan sosial anak dalam konteks sekolah.
* Orang tua yang sejak awal negatif terhadap kerjasama apapun dengan sekolah, yang dengan jelas menetapkan batas antara sekolah dan rumah, dan yang enggan melihat lingkungan rumah sebagai hal yang relevan dengan pendidikan anaknya. Jika harus ada kerjasama, harus dilaksanakan secara eksklusif sesuai dengan kehendak orang tua.
* Orang tua yang bersedia bekerjasama tetapi mempunyai kehidupan sehari-hari yang tidak teratur sehingga tidak dapat menindaklanjuti rencana baik atau kesepakatan yang telah dicapai bersama.
* Orang tua dengan anak yang berkebutuhan khusus dan banyak tuntutan, sering kali dikombinasikan dengan perkembangan mental dan/atau fisik yang cenderung menyimpang.
* Orang tua yang mengalami masa remaja dan pendidikan yang bermasalah dan yang mempunyai anak berkebutuhan khusus – berarti orang tua memandang pendidikan anaknya sebagai suatu hal yang sulit untuk ditangani.
* Orang tua dengan latar belakang budaya, sosial dan bahasa yang sangat berbeda, di mana nilai-nilai dan sikap terhadap pengasuhan dan pendidikan sekolah anaknya berbeda secara fundamental.
* Orang tua yang kesehariannya diisi dengan komitmen dan tanggung jawab yang membuat stres, yang menguras energinya dan tidak mempunyai waktu untuk mengikuti keseharian anaknya.

Beberapa pertanyaan yang harus dipertimbangkan oleh guru:

* Apakah guru melakukan pendekatan kepada orang tua dengan mempertimbangkan kebutuhan individualnya?
* Apakah guru mendengarkan apa yang dikomunikasikan oleh orang tua secara langsung ataupun tidak langsung serta menindaklanjutinya?
* Apakah guru berusaha menempatkan dirinya menurut cara pandang sebagai orang tua dan memahami persepsi, pemikiran, kekhawatiran dan sikap mereka
* Apakah guru dapat menyesuaikan sikapnya, cara membuat kontak, dan cara bekerja sama sehingga orang tua dapat berpartisipasi dan mengembangkan hubungan kerja dengan guru?
* Apakah guru memahami bagaimana orang tua dapat atau tidak dapat mendukung pendidikan dan kehidupan sehari-hari anak?

Bila hubungan kerjasama itu tidak terjalin dengan baik, faktor-faktor apa yang telah menyebabkan hubungan kerjasama itu menjadi tidak produktif?

* Apakah karena guru tidak mengerti atau memahami orang tua sebagai seorang individu?
* Apakah karena guru tidak menghargai persepsi, sikap atau nilai-nilai yang dianut orang tua?
* Apakah karena persepsi, sikap atau karakter orang tua menciptakan pola negatif dalam interaksinya dengan guru?
* Apakah masalahnya berhubungan dengan bias dan prasangka?
* Apakah sikap guru telah mengakibatkan hilangnya atau terhambatnya inisiatif positif dan pemecahan masalah dari pihak orang tua, atau apakah guru telah meremehkan atau mengabaikan sumber-sumber yang ada pada orang tua atau tidak memperkenankan orang tua untuk memanfaatkan sumber-sumber ini?
* Apakah guru menyadari posisi dan wewenangnya sebagai perwakilan sekolah dalam kaitannya dengan orang tua, dan bagaimanakah posisi dan wewenang tersebut berdampak pada hubungan kerjasama dengan orang tua?
* Apakah guru tahu kapan dia perlu menjadi kreatif dan berinisiatif untuk menjalin kontak dan kerjasama dan kapan harus sekedar berfungsi sebagai pemberi dukungan pribadi dan motivasi?
* Apakah ada peluang bagi orang tua untuk berinisiatif memecahkan masalahnya dan untuk mengembangkan diri, misalnya melalui kelompok orang tua?
* Sebelum guru menunjukkan hal di atas dan masalah kunci lainnya yang berhubungan dengan kerjasama orang tua, kita tidak dapat mengatakan bahwa sekolah sudah mempertimbangkan kerja sama dengan orang tua secara serius. Ini merupakan persyaratan yang sangat penting bagi perkembangan kesadaran yang lebih besar mengenai kerjasama orang tua.

Pola interaksi orang tua merupakan fondasi untuk menjalin dan mengembangkan hubungan kerja dengan orang tua
Bagi orang tua yang berkebutuhan khusus, adanya dua konferensi orang tua-guru per tahun, yang biasa terjadi di Norwegia, tidak mencukupi. Pertemuan-pertemuan ini tepat untuk membangun sebuah dasar bagi pengkoordinasian kegiatan sekolah dan rumah yang produktif bila sejalan dengan kondisi pribadi orang tua serta kerangka kerja budaya dan sosialnya. Ini berimplikasi bahwa guru dan orang tua memiliki kesamaan konsepsi, sikap, tujuan dan pengertian yang penting mengenai apa artinya sekolah. Ini merupakan prasyarat penting bagi kerjasama yang normal antara rumah dan sekolah.

Situasi sekolah-sekolah di Norwegia sekarang ini sangat berbeda dibanding 50 tahun yang lalu, ketika sekolah dirancang untuk memberikan pengajaran kepada kelompok siswa yang homogen secara fungsional maupun budaya. Kini, tujuannya adalah menyelenggarakan sekolah yang inklusif, dengan berbagai macam guru dan berbagai macam bahasa dan latar belakang kebudayaan. Situasi ini menuntut sekolah mengembangkan rencana yang sama sekali berbeda, komprehensif dan terbuka untuk bekerjasama dengan orang tua. Sebuah kerangka kerjasama diperlukan di mana guru dan orang tua dapat mengambil inisiatif untuk bekerjasama di luar kerangka pertemuan pemberian informasi rutin itu, yang kini telah menjadi praktek yang umum. Juga harus dimungkinkan adanya bentuk kerjasama alternatif, pertemuan yang beragam frekuensinya antara guru dan orang tua, fleksibel mengenai tempatnya (misalnya di rumah atau di sekolah) dan lain-lain. Pada banyak kasus dengan orang tua dan anak yang berkebutuhan khusus, penting bagi guru untuk mengawali kerjasama dengan bertemu orang tua di rumahnya. Ini menunjukkan bahwa guru benar-benar tertarik untuk bekerja bersama dan bertemu orang tua dalam kondisi yang sesuai dengan kehendaknya.

Beberapa kualitas kunci dalam interaksi antara guru dan orang tua
Kini kita kembali ke transformasi kualitas interaksi yang ditekankan dalam program ICDP. Sebagaimana halnya dengan interaksi guru dengan siswa dan siswa dengan siswa, kualitas interaksi yang difokuskan oleh ICDP tidak mencakup semua kualitas interaksi yang terjadi antar manusia. Namun kedelapan prinsip interaksi yang dikemukakan di atas merupakan kualitas dasar positif yang paling penting yang ada pada interaksi antar pribadi. Oleh karena itu prinsip-prinsip ini juga dapat diterapkan pada kerjasama yang suportif dan membimbing, yang diperlukan dalam hubungan kerjasama antara orang tua dengan guru.

Kualitas interaksi ICDP yang diadaptasikan untuk kerjasama guru dengan orang tua (seperti rumusan yang digunakan pada proyek Sæby di Denmark)

1. Tunjukkan bahwa anda tertarik untuk bekerja sama secara aktif dengan orang tua.
Tunjukkan minat positif dan penghargaan atas persepsi, pengalaman, kepedulian dan perasaan orang tua terhadap pendidikan anaknya. Dengarkan apa yang mereka katakan pada anda dan bantu mereka dengan menjabarkan dan menjelaskan apa yang mereka katakan dengan cara yang mendukung dan menerima.

2. Adaptasikan kerjasama orang tua dengan keadaan dan kebutuhan khusus orang tua dan anak.
Pertimbangkan secara serius persepsi dan pengalaman orang tua dengan pendidikan anaknya dan coba untuk mengakomodasi persepsi orang tua mengenai kebutuhan anaknya sebanyak mungkin. Tetapkan waktu dan tanggal untuk bertemu menurut kebutuhan orang tua dan bekerja bersama mereka untuk mengembangkan rencana yang nyata tentang cara menciptakan situasi sekolah anaknya sebaik mungkin.
3. Buat konferensi dengan orang tua menjadi suatu bentuk komunikasi timbal balik.
Coba untuk menjalin dialog positif dengan orang tua mengenai pendidikan anaknya. Bahas dengan orang tua bagaimana anda dan mereka memandang pendidikan anaknya. Tunjukkan bahwa anda menghargai pendapat mereka mengenai apa yang dibutuhkan anaknya, bagaimana mereka dapat membantu anaknya dalam pekerjaan rumah, bagaimana pengalaman mereka di sekolah dan bagaimana sikap mereka terhadap sekolah.

4. Tunjukkan penerimaan dan penghargaan terhadap cara orang tua membantu anaknya dalam kaitannya dengan sekolah.
Tunjukkan dukungan bila orang tua berinisiatif untuk bekerja sama dengan guru dan orang tua lain. Terima, bahas dan terapkan saran konkrit dari orang tua tentang bagaimana meningkatkan situasi anaknya di sekolah. Tunjukkan minat positif terhadap kerjasama dengan orang tua dan bagaimana mereka membantu anaknya agar mengambil manfaat yang sebesar mungkin dari sekolah. Dorong orang tua untuk menciptakan sebuah atmosfer kolaborasi positif dengan anak mengenai pekerjaan sekolahnya dan ungkapkan penghargaan dan apresiasi bila mereka berhasil.

5. Menyepakati tema utama untuk konferensi bagi para orang tua.
Pada bagian awal konferensi, arahkan minat orang tua pada tema utama yang berhubungan dengan pendidikan anak. Jika perlu, bantu mereka mengungkapkan apa yang mereka rasa akan berhasil dan apa yang dapat menimbulkan kesulitan sehingga anda bersama-sama dapat menghasilkan rencana yang realistik dan dapat diterapkan.

6. Bantu orang tua untuk merasa bahwa kontribusinya terhadap pendidikan anak itu bermakna.
Melalui sikap positif dan antusias, tunjukkan bahwa kerjasama dengan orang tua penting bagi anda dan pekerjaan anda sebagai guru. Tunjukkan bahwa anda menghargai apa yang mereka lakukan dan jelaskan bahwa kontribusi mereka dalam membantu anaknya dalam pendidikan dipandang penting bagi pendidikan anak dan perkembangannya. Melalui keterlibatan pribadi, anda dapat membantu orang tua merasa bahwa kerjasama mengenai aktivitas sekolah anaknya adalah berguna dan penting.

7. Bantu orang tua memahami bagaimana mereka dapat meningkatkan proses belajar anaknya di sekolah.
Bantu orang tua memahami bagaimana kerjasama antara anda sebagai guru dengan orang tua dapat berkontribusi bagi pendidikan yang lebih baik untuk anaknya. Jelaskan pentingnya anak merasakan adanya hubungan yang erat antara anda sebagai guru dengan orang tua – bahwa anda dan orang tua memiliki pemahaman yang sama mengenai tugas dan pendekatan sekolah dan bahwa anda akan bekerja sama untuk memecahkan masalah agar pendidikan menjadi yang terbaik bagi anak. Bantu orang tua memahami maksud pengajaran yang diberikan di sekolah dan tunjukkan bahwa dengan membantu anaknya dalam pekerjaan rumah, mereka dapat meningkatkan kontak dengan anaknya dan bahwa anak mereka akan lebih bahagia di sekolah dan di rumah.

8. Bantu orang tua merasa bahwa mereka penting dan dapat memberikan kontribusi secara positif pada pendidikan anaknya.
Bantu orang tua menemukan bagaimana mereka dapat berpengaruh positif terhadap kesejahteraan dan pembelajaran anaknya di sekolah. Anda dapat mencapai ini dengan menjalin ikatan saling percaya dengan orang tua yang membuat kerjasama terbuka dan alami. Dengan terbuka terhadap masukan aktif dari orang tua akan membuat anda bekerja dengan mereka untuk menentukan apa yang dapat mereka kontribusikan dan bagaimana mereka dapat membantu memperbaiki situasi anaknya. Dengan memobilisasi sumber-sumber yang dimiliki orang tua melalui kerjasama yang positif dan saling percaya, anda dapat membantu meningkatkan rasa tanggung jawab orang tua dan keterampilannya dalam membesarkan, mendidik dan mensejahterakan anak.

Berbagai cara bekerjasama dengan orang tua
Pentingnya kerjasama dengan sekolah dan orang tua baru menjadi fokus sekitar dua puluh tahun terakhir ini. Kini dipandang penting bahwa kehidupan sehari-hari anak merupakan sebuah kesatuan yang bermakna, dengan sesedikit mungkin kontradiksi dan konflik yang terjadi. Ini berlaku tidak sedikit pada hubungan antara sekolah dan rumah yang dalam tahun pembentukan yang penting antara umur 6 sampai 16 membantu membentuk kepribadian, minat dan kemampuan praktis-teoritis anak. Ini merupakan perspektif utama dalam hubungan kerjasama antara orang tua dan guru, dan hal ini menggarisbawahi pentingnya kerjasama orang tua-guru bagi pembelajaran dan perkembangan sosial anak.

Walaupun sebagian besar publikasi tentang sekolah dan pentingnya sekolah bagi perkembangan anak menekankan pentingnya kerjasama orang tua, tetapi sedikit yang telah dilaksanakan untuk memfasilitasi perluasan hubungan orang tua-guru. Sebagaimana sudah dikemukakan di atas, masih biasa untuk menyelenggarakan hanya dua konferensi bagi orang tua dan guru – satu pertemuan pada musim semi dan satu lagi pada musim gugur – yang merupakan orientasi satu arah mengenai rencana pengajaran dan metode pelaksanaannya di mana kerjasama dari orang tua diharapkan. Pengalaman umum menunjukkan bahwa pertemuan orientasi tersebut mempunyai nilai informasi tertentu tetapi sedikit berpengaruh pada jalinan kontak dan kerjasama dengan orang tua. Di samping itu, secara individual, orang tua sering kali diundang untuk berdiskusi secara akademik mengenai pendidikan anaknya sekali atau dua kali setahun. Walaupun diskusi pribadi ini dapat berfungsi sebagai pengantar bagi kerjasama yang lebih dekat, tetapi jarang sekali ditindaklanjuti oleh guru. Jika melibatkan kebutuhan khusus atau ada masalah, pada umumnya hal itu diserahkan kepada profesional dan lembaga spesialis. Terdapat variasi dalam kadar keterlibatan dan peranan guru di dalam kerjasama tersebut.

Tindakan pencegahan dan individual untuk mencegah masalah sekolah yang dapat dengan mudah berkembang dalam hubungan kerja yang baik antara guru dan orang tua, jarang dilaksanakan dalam praktek aktivitas sekolah sehari-hari. Orang tua yang “berkebutuhan khusus” sering merasa tidak nyaman dalam pertemuan atau diskusi kelas yang dilaksanakan di sekolah. Rasa harga diri yang rendah, rasa bersalah dan rasa tidak aman sering mengarah pada ketegangan yang menghambat kontak dengan para orang tua lain dan sering mendistorsi informasi yang diberikan. Jarang ada kesempatan untuk berhubungan dengan guru dalam konteks ini. Oleh karena itu bukan tidak biasa bahwa mereka yang paling membutuhkan pertemuan tersebut malahan yang paling enggan untuk datang. Demikian juga mereka yang paling membutuhkan pertemuan tersebut tidak selalu datang bila diminta untuk pertemuan pribadi di sekolah dengan guru anaknya, atau mereka merasa bahwa pertemuan tersebut tidak menyenangkan, sehingga mereka tidak mengambil manfaatnya dari situ. Ini alasan yang penting merngapa guru harus mengatur pertemuan dengan “orang tua yang berkebutuhan khusus” di rumah mereka, dalam situasi tertentu sampai hubungan dapat dijalin. Di rumah, orang tua berada pada wilayahnya sendiri di mana mereka merasa lebih aman, dan kenyataan bahwa guru cukup tertarik untuk datang akan membuat mereka merasa lebih mudah untuk mencurahkan isi hatinya. Guru dapat memanfaatkan pertemuan seperti ini untuk berfokus pada kualitas interaksi sebagaimana dijelaskan di atas.

Cara kedua untuk bekerja dengan orang tua adalah melalui kelompok orang tua. Ini adalah metode yang jarang dipergunakan di sekolah-sekolah. Namun demikian, metode ini telah mencapai hasil yang baik bagi orang tua yang mempunyai anak yang menyandang kecacatan. Tentu saja kelompok orang tua seperti ini terdiri dari para relawan. Pertemuan ini dapat diselenggarakan atas inisiatif sekolah dan diatur oleh guru, tetapi, jika memungkinkan, sebaiknya difasilitasi oleh orang tua yang berpengalaman. Diskusi kelompok ini harus membahas tema yang disetujui oleh para orang tua. Tema dapat juga diperkenalkan oleh tamu ahli, tetapi diskusi dan pertukaran pengalaman harus dipimpin oleh orang tua yang telah setuju memfasilitasi kelompok itu. Tema dalam kelompok tersebut bervariasi tergantung minat dan kebutuhan kelompok. Misalnya, tema dapat dikaitkan dengan pengajaran dan situasi sosial di kelas atau masalah pengasuhan anak, situasi anak di luar sekolah, dll. Bila tema itu terkait dengan sekolah, pengajaran dan situasi anak di sekolah, maka sebaiknya guru atau staf sekolah lainnya yang relevan diundang untuk diskusi yang membahas pendapat yang muncul. Pengalaman yang relevan dengan kerjasama orang tua jenis ini dapat dilihat dalam laporan intervensi dini dan dari kelompok “pemberdayaan” bagi anak dan orang tua yang terpingggirkan yang berkebutuhan khusus. Penggunaan pendekatan berorientasi sumber untuk kerjasama orang tua menunjukkan dampak positif dalam kaitannya dengan keterlibatan orang tua dan kesejahteraan serta kegiatan belajar anak.

Pentingnya keterlibatan aktif orang tua di sekolah.
Keterlibatan orang tua akan:

* Membuat orang tua sadar akan efek positif yang telah mereka buat terhadap anaknya, bagaimana dan apa yang mereka lakukan bersama di rumah mempunyai pengaruh dan berhubungan dengan pekerjaan anak di sekolah, dan bahwa sekolah dan rumah bukan merupakan dua dunia yang berbeda bagi anak.
* Membuat orang tua menyadari bahwa apa yang mereka lakukan, sendiri ataupun bersama anaknya, adalah penting bagi pembelajaran dan perkembangan anak di rumah dan sekolah.
* Mengundang orang tua untuk berpartisipasi dalam diskusi tentang pekerjaan sekolah anak, mengenai pengajaran yang diterima anak, mengenai PR, dan mengenai cara yang dapat dilakukan orang tua untuk membantu agar pengajaran lebih menarik dan relevan bagi kehidupan sehari-hari anak.
* Membantu orang tua melihat bahwa cara mereka berinteraksi dengan anaknya di rumah mempengaruhi kesejahteraan, kebahagiaan, keterlibatan dan perkembangan sosial dan akademik anak. Menghargai pentingnya peran orang tua dalam mendidik anak dan dalam perkembangan psikososial anak adalah sangat penting untuk kerjasama antara sekolah dan rumah. Khususnya dari perspektif pencegahan hal ini penting untuk ditekankan.
* Mengembangkan wawasan guru dan sekolah tentang kehidupan anak sehari-hari, baik di dalam maupun di luar sekolah, sehingga menciptakan dasar yang lebih baik bagi hubungan antara keduanya dan meningkatkan relevansi aktivitas sekolah. Penting untuk mengalokasikan lebih banyak waktu bagi kerjasama orang tua-guru untuk mengurangi masalah psikologis yang banyak dihadapi anak dan remaja masa kini. Wawasan, inisiatif, pengalaman dan kreatifitas orang tua harus diperhatikan dalam kerjasama orang tua-guru agar pengalaman anak disekolah terintegrasikan secara bermakna dan relevan ke dalam kehidupan sehari-harinya.

Argumen prinsip untuk mengambil langkah-langkah guna mencegah masalah-masalah psikososial
Berdasarkan penelitian di Barat, situasinya dapat dirangkum sebagai berikut.

* Frekuensi masalah-masalah psikososial pada anak dan remaja adalah tinggi, sekitar 20% di negara-negara Barat.
* Hanya sebagian kecil dari anak dan remaja ini, sekitar 10-15%, yang diberi perlakuan..
* Gangguan psikososial yang serius, yang sebelumnya diasumsikan dapat terkoreksi dengan sendirinya, kini ternyata hanya ternormalisasikan pada 50% dari keseluruhan kasus yang ada.
* Permasalahan psikososial yang terjadi pada masa dini biasanya berlanjut terus ketika anak tumbuh. Misalnya masalah yang terjadi pada saat anak berusia dua hingga tiga tahun berlanjut hingga anak berusia delapan hingga dua belas tahun. Hal ini terutama berlaku pada anak yang mengalami gangguan perilaku yang parah. Masalah ini sering berlanjut hingga masa dewasa dalam bentuk perilaku anti-sosial.

Perkembangan penting dalam pengetahuan sebagaimana dikemukakan di atas sejak tahun 1985 adalah sebagai berikut:

* Kesadaran bahwa intervensi yang didasarkan atas upaya-upaya untuk meningkatkan hubungan antar pribadi antara pengasuh dan anak memberikan hasil terbaik. Program pendidikan yang hanya didasarkan atas informasi memberikan hasil yang kurang memuaskan.
* Pengetahuan bahwa perbaikan dalam komunikasi dini antara pengasuh dan anak, dan peningkatan hubungan di antara keduanya, merupakan isi terpenting dari program-program yang berhasil dalam hal dampak jangka panjangnya terhadap perilaku bermasalah pada anak usia 7, 12, dan 15 tahun. Juga penting dalam kaitan ini adalah:
o Menyadari cara-cara tertentu yang dilakukan anak untuk mengekspresikan dirinya serta pentingnya merespon terhadap upaya-upaya anak untuk berkomunikasi, dan
o Meningkatkan rasa percaya diri para orang tua serta para pengasuh lainnya dan meningkatkan kemampuanya untuk mengasuh anaknya.

Penelitian menunjukan bahwa faktor-faktor resiko lainnya, seperti kemiskinan, mempengaruhi anak melalui hubungan yang buruk antara pengasuh dan anak. Sebuah pendekatan baru dalam intervensi dini adalah bahwa orang membantu sang ibu untuk sadar akan anaknya dan membantunya mengikuti aktivitas anaknya yang spontan dan tak terpengaruh. Ibu itu menggunakan dirinya sebagai instrumen tanpa dibimbing oleh orang lain. Salah satu temuan terpenting dalam penelitan mutakhir mengenai intervensi dini adalah bahwa pendekatan ini jelas menurunkan frekuensi pelecehan fisik dan seksual terhadap anak. Studi tersebut mencakup kunjungan rumah sebagai bagian yang penting dari program tersebut.

Hasil intervensi dini jangka panjang dan jangka pendek dapat dirangkum ke dalam poin-poin berikut ini:

Jangka pendek:

Memperbaiki kesehatan anak dan kesejahteraan anak pada umumnya, antara lain dengan memperbaiki gizi dan kesehatan serta mengurangi gangguan makan, kecelakaan dan pelecehan. Pada umumnya ini penting bagi anak yang lahir dengan berat badan rendah. Bagi orang tua, intervensi ini sering berimplikasi melanjutkan pendidikan, mendapatkan pekerjaan, menerima lebih banyak bantuan dari lembaga pemberi bantuan, memperbaiki citra diri, dan memperbaiki hubungan dengan anak dan pasangannya.

Jangka panjang:

* Anak-anak menunjukkan penyesuaian diri dan perkembangan yang lebih baik;
* Berkurangnya masalah agresi dan kurang konsentrasi;
* Berkurangnya perilaku kriminal;
* Pendidikan dan pembelajaran yang lebih baik.

Situasi orang tua menunjukkan:

* Kondisi dan penyesuaian diri terhadap pekerjaan lebih baik;
* Pendidikan dan kesejahteraan mental lebih baik;

Intervensi dini untuk mencegah masalah perilaku

Mengapa tindakan pencegahan masalah perilaku itu penting?

* Masalah perilaku sangat serius bagi individu, keluarga dan masyarakat.
* Bagi anak laki-laki, masalah perilaku merupakan penyebab utama dirujuknya mereka ke pusat layanan anak dan perawatan psikiatrik.
* Terdapat hubungan kuat antara gangguan perilaku pada masa kanak-kanak dengan perilaku kriminal pada masa remaja dan dewasa.
* Gangguan perilaku sikap di masa remaja sulit untuk ditanggulangi dan hasilnya tidak begitu memuaskan.
* Kini memungkinkan untuk mengidentifikasi secara dini perilaku yang dapat mengarah pada masalah perilaku yang serius. Antara lain kita tahu bahwa meningkatnya agresi dan berkembangnya perilaku sosial yang mengganggu pada usia prasekolah sering mengarah pada masalah perilaku di kemudian hari. Semakin dini muncul, semakin buruk kecenderungannya. Misalnya penelitian menunjukkan bahwa temperamen sulit yang tampak pada anak usia 6 tahun, yang sebelumnya dianggap sebagai peningkatan perilaku negatif dan agresi, memprediksi masalah perilaku pada usia 8 tahun.
* Intervensi yang diarahkan pada tingkat individu dan tingkat lingkungan tampaknya merupakan intervensi yang paling efektif.
* Program intervensi dini yang diarahkan pada peningkatan hubungan antara pengasuh dan anak telah menunjukkan efek signifikan dalam mencegah karakteristik perkembangan yang kita tahu akan menyebabkan masalah perilaku. Berbagai temuan menunjukkan bahwa apa yang terjadi antara umur 1 dan 3 tahun adalah rangkaian perkembangan pertama yang mengarah pada gangguan perilaku dan perilaku kriminal di masa remaja dan dewasa.
* Jika masalah interaksi dibiarkan berlangsung terus hingga lewat usia 3 atau 4 tahun, masalah tersebut akan menjadi permanen. Misalnya, terdapat hubungan yang jelas antara perilaku agresif dan anti-sosial pada anak kecil dan mereka yang baru masuk sekolah dengan perilaku anti-sosial dan agresif pada masa remaja.
* Demikian pula, terdapat hubungan yang jelas antara kesedihan dan kesepian yang berkepanjangan pada anak kecil dan mereka yang baru masuk sekolah dengan perkembangan depresi pada masa dewasa. Penelitian baru-baru ini mengenai efek perlakuan psikiatrik terhadap remaja tidak menunjukkan hasil yang memuaskan.

Terdapat lima jenis faktor beresiko yang saling berkaitan yang dapat menyebabkan ganguan perilaku:

* Kondisi biologis, misalnya temperamen, gender, hiperaktivitas, dan masalah kognitif dan bahasa.
* Kondisi sosial, misalnya kemiskinan, etnis, perumahan yang sangat padat.
* Masalah keluarga, misalnya perselisihan dan stres (penyalahgunaan alkohol, depresi, masalah perkawinan).
* Praktek pengasuhan dan perawatan anak yang tidak baik (kaku, tidak bersahabat, keliru, perlakuan kasar)
* Masalah dalam interaksi dini antara orang tua dan anak, ikatan kasih sayang yang tidak kokoh pada anak, yang dapat mengembangkan pengalaman hubungan dengan orang lain yang ditandai dengan kemarahan, ketidakpercayaan, kekacauan, atau tidak konsisten dan merasa tidak aman. Ini sering merupakan latar belakang bagi sifat agresif pada anak. ( Kementerian Kesehatan dan Sosial Norwegia 2000; Fonagy 1996; laporan WHO 1999; Steinhausen & Verhulst 1999).

Perlunya intervensi dini dalam masyarakat dewasa ini.
Laporan penelitian dari negara-negara barat tentang frekuensi masalah psiko-emosional, khususnya pada anak 10-15 tahun yang lalu, dibanding laporan baru-baru ini, menunjukkan peningkatan yang jelas dalam frekuensi dari 10-12% menjadi 20% atau lebih. Di samping itu, terdapat anak yang karena masalah perkembangan dan fungsional yang hakikatnya biologis, beresiko untuk mengembangkan masalah interaksi yang fungsional dan mengganggu belajarnya. Jika kita batasi kategori “masalah psikososial” pada anak yang telah didiagnosis sebagai membutuhkan bantuan, maka setidaknya kita berbicara tentang 10% anak dan remaja.

Ini merupakan bukti yang jelas bahwa meningkatnya gelombang masalah psikososial pada anak-anak dan remaja tidak dapat diatasi dengan perangkat bantuan standar seperti layanan anak. Untuk alasan ini, program bimbingan orang tua di Norwegia dibangun. Gagasannya adalah bahwa pusat-pusat layanan kesehatan, pusat pengasuhan anak, dan sekolah, akan difungsikan sebagai arena penting untuk upaya pencegahan dan intervensi dini serta intervensi bagi anak-anak usia sekolah. Para staf akan diberikan pelatihan untuk meningkatkan interaksi antar pribadi, agar mereka dapat lebih baik dalam memberikan bimbingan sistematis kepada orang tua mengenai cara yang terbaik untuk membantu perkembangan anaknya.

Upaya pengembangan program diawali pada tahun 1995 tetapi masih jauh dari selesai. Masih banyak yang harus dilakukan untuk mengadaptasikan program tersebut secara efektif ke dalam berbagai arena. Terutama masih banyak yang harus dilakukan untuk membenahi peran guru dan sekolah, sebagaimana yang telah dibahas pada bab ini.

Rangkuman mengenai pentingnya mengambil tindakan sedini mungkin

* Terdapat alasan untuk meyakini bahwa perkembangan anak itu lebih lentur pada masa awal kanak-kanak dibanding yang kita sadari sebelumnya.
* Perkembangan seorang anak tidak ditentukan satu kali dan untuk selamanya oleh pengalaman dini tertentu, tetapi pengalaman yang berlangsung lama tampaknya merupakan fondasi bagi pola perkembangan jangka panjang yang mencakup fungsi sosial, emosional dan kognitif.
* Lingkungan anak pada umumnya memiliki kecenderungan tetap sama bila menyangkut karakteristik dasar interaksi antar pribadi dan kondisi seputar pengalaman dan belajarnya. Bila aspek-aspek penting dari awal dunia pengalaman psikososial anak menimbulkan resiko tidak kokohnya ikatan kasih sayang, dan buruknya interaksi, sangat terbatasnya kesempatan dan terbatasnya komunikasi pembelajaran dalam artian yang paling umum, maka intervensi dini dapat berpengaruh signifikan terhadap perkembangan anak jangka maupun jangka pendek.
* Semakin dini intervensi dilakukan, akan semakin besar pula pengaruh upaya-upaya pencegahan terhadap masalah psikososial yang lebih serius.
* Oleh karena itu intervensi dini memberi manfaat bagi kehidupan pribadi maupun sosio-ekonomi.
* Berdasarkan pengetahuan yang kita miliki saat ini mengenai kesempatan untuk mencegah dan mengoreksi perkembangan psikososial sesegera mungkin, intervensi dini terhadap interaksi antara pengasuh dan anak harus diberikan prioritas tertinggi dalam layanan sosial dan kesehatan kita. Disini pusat layanan kesehatan dapat memegang peranan penting.
* Panti asuhan anak dan sekolah juga merupakan arena penting di mana intervensi korektif dapat berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan lebih lanjut.
* Intervensi dini juga harus mencakup aspek-aspek lingkungan yang penting di mana anak tumbuh, dan harus berdasarkan sumber-sumber yang dimiliki oleh pengasuh maupun anak, dan upaya untuk membanggunnya harus dalam kerangka kehidupan sehari-hari anak, gaya hidup dan nilai-nilai dasar yang dianutnya.

Kualitas interaksi dalam perspektif pengasuhan
Beberapa masalah utama yang dihadapi anak dan remaja terkait dengan agresi, kecemasan dan depresi yang sering termanifestasikan dalam masalah perilaku, ketegangan fisik atau penarikan diri dan perasaan tak berdaya. Frekuensi bunuh diri di kalangan orang muda telah menunjukan kecenderungan yang meningkat pada tahun-tahun terakhir ini (Kementerian Kesehatan dan Sosial Norwegia).

Kualitas dalam interaksi – sebagaimana yang digambarkan dalam kedelapan prinsip bimbingan dan dalam adaptasi dalam tema-tema yang terkait dengan anak-anak usia sekolah – dan kualitas dalam sikap orang tua yang “otoritatif”, sebagaimana dijelaskan di atas, dapat ditempatkan pada perspektif pengasuhan. Kualitas interaksi itu sendiri hanya sedikit berbicara tentang tujuan dan isi pengasuhan anak oleh orang tua. Kualitas tersebut terutama menunjukkan elemen-elemen fondasi dasar yang harus dibina dan dibangun untuk mengembangkan hubungan pribadi yang baik antara pengasuh dan anak. Hubungan seperti ini penting bagi pengembangan kehidupan emosional yang sehat, rasa percaya diri, wawasan, kemampuan, sikap positif terhadap orang lain, dan individuasi. Namun, pengalaman menunjukkan bahwa hubungan positif seperti ini tidak dibangun atas dasar vakum budaya atau sosial, serta bukan merupakan proses yang terlepas dari nilai-nilai yang berlaku. Perkembangan manusia selalu terjadi dalam konteks sosial dan budaya, di mana anak dan remaja menyerap, memodifikasi dan membentuk kembali, untuk kerangka acuannya sendiri, sikap pribadi, persepsi, nilai dan refleksi diri dari orang-orang di sekitar mereka.

Jumlah yang menggelisahkan dan terus meningkat dari anak dan remaja dengan masalah penyesuaian yang serius yang dapat kita ketahui kini menunjukkan bahwa hal yang sangat kurang pada mereka adalah perkembangan hubungan baik. Yang dijelaskan di atas merupakan kebutuhan psikososial yang mendasar, seperti dilihat, ditemui, dimengerti, diterima dan diakui. Kualitas-kualitas interaksi yang dijelaskan sebelumnya tepat untuk mengkomunikasikan penguatan positif yang dapat memenuhi kebutuhan psikososial yang fundamental ini. Keintiman dan empati yang terkandung dalam kualitas-kualitas interaksi sebagaimana disebutkan di atas, harus juga dapat mengarah secara alami pada sebuah hubungan yang ditandai oleh rasa percaya diri dan rasa memiliki dan dimiliki.

Kemampuan untuk menjalin hubungan yang intim dan saling percaya merupakan prasyarat bagi pengembangan kemampuan untuk mempercayai orang lain dan merasa memiliki/dimiliki. Kemampuan untuk mempercayai dan merasa memiliki/dimiliki ini terbentuk selama masa kanak-kanak dan remaja, dan merupakan hal yang sangat penting dalam interaksi orang dewasa. Di dunia barat – dan juga di sejumlah masyarakat lain, sikap individualistik, promosi diri dan sikap kompetitif telah menjadi karakteristik dasar orientasi sosial kami. Ini tampaknya terkait dengan fokus yang kuat pada nilai materi dan kemampuan untuk melebihi orang lain. Dorongan emosional yang memperkuat orientasi seperti ini jelas terkait dengan sikap hidup yang ditandai oleh egoisme dan keserakahan, atau kemarahan dan kebencian bila hidup tidak seperti yang diharapkan. Bila perasaan seperti ini dominan, maka konsekuensinya dapat destruktif, baik bagi kebahagian individu yang bersangkutan maupun bagi kesehatan dan kehidupan sosialnya. Orientasi ini sering diasosiasikan dengan nilai-nilai gaya hidup yang dangkal, di mana konsumsi dan kenikmatan adalah fokusnya, yang sering kali dikombinasikan dengan efek negatif dari industri hiburan yang berorientasi agresi dan kekerasan.

Sikap hidup seperti ini, yang kini menandai banyak aspek kehidupan masyarakat barat, dan juga menjadi semakin lebih umum di masyarakat kota di beberapa bagian lain dunia, tidak diragukan lagi mempunyai konsekuensi negatif bagi anak dan remaja dari lingkungan yang kurang interaksi positif untuk menangkal pengaruh tersebut. Penangkal untuk ekspresi kemarahan dan frustrasi pada anak dan remaja itu terkait dengan lingkungan pertumbuhan yang sehat dan pesan-pesan positif dari masyarakat di sekitarnya. Dalam sebuah wawancara dengan psikiatris Dr. Culter, Dalai Lama menyatakan bahwa penangkal yang paling penting terhadap kemarahan, kebencian, egoisme dan keserakahan adalah rasa simpati, kesabaran dan toleransi. Sifat-sifat manusia ini tidak dapat dengan mudah dipelajari pada masa dewasa bila sifat-sifat yang sebaliknya telah menduduki posisi kunci dalam struktur kepribadian seseorang. Oleh karena itu, kita berharap agar nilai-nilai kunci kemanusian tersebut dapat difokuskan lagi sebagai kualitas penting dalam pengasuhan dan pendidikan anak. Nilai-nilai tersebut merupakan alat yang esensial untuk menangkal dehumanisasi yang diekspos kepada orang tua, anak-anak dan remaja dalam masyarakat kita kini.

Penutup
Kini terdapat banyak hasil penelitian yang mendokumentasikan pentingnya kualitas hubungan antar pribadi bagi perkembangan dan pembelajaran anak, khususnya yang terkait dengan peningkatan perkembangan dan pembelajaran pada anak yang rentan akan masalah psikososial.
Merupakan sebuah tantangan besar bagi kita untuk mengubah tren yang menyedihkan dalam masalah psikososial yang terdapat di bagian dunia kita. Pencegahan dan intervensi sedini mungkin pada usia sekolah dan prasekolah harus diprioritaskan, dan rumah, pusat layanan kesehatan, panti asuhan anak dan sekolah harus menjadi fokus utama tempat pelaksanaan upaya tersebut. Mudah-mudahan para petugas kesehatan, guru prasekolah, guru sekolah dan para pengasuh di panti-panti asuhan anak akan memandang ini sebagai bidang investasi yang penting di samping tugas-tugas tradisional. Persepsi tentang perkembangan dan pembelajaran yang diorientasikan pada interaksi harus menjadi “bilangan penyebut” bagi upaya pencegahan bagi anak dan remaja, dan untuk meningkatkan rasa kompetensi bagi orang dewasa yang berinteraksi dengan generasi muda dan mendukung perkembangannya.


sumber : http://www.idp-europe.org/indonesia/buku-inklusi/Membantu_Anak_dan_Keluarga_yang_Berkebutuhan_Khusus.php

Tidak ada komentar:

Posting Komentar